Logo Bloomberg Technoz

Kenaikan Royalti Rawan Picu Gelombang Penutupan Tambang Nikel RI

Mis Fransiska Dewi
18 March 2025 11:00

Truk berjalan di sepanjang lintasan tambang nikel yang dioperasikan oleh PT Vale Indonesia di Sorowako, Sulawesi Selatan./Bloomberg-Dimas Ardian
Truk berjalan di sepanjang lintasan tambang nikel yang dioperasikan oleh PT Vale Indonesia di Sorowako, Sulawesi Selatan./Bloomberg-Dimas Ardian

Bloomberg Technoz, Jakarta – Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI) menyatakan rencana kenaikan tarif royalti akan menekan margin penambang secara signifikan, di tengah tingginya biaya produksi pertambangan di Indonesia. Walhasil, gelombang penutupan operasional tambang nikel bisa menjadi keniscayaan.

Dalam revisi yang diusulkan pemerintah, besaran kenaikan tarif royalti bijih nikel naik dari sebelumnya single tariff 10% menjadi tarif progresif mulai 14% hingga 19%. 

Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin Lengkey mengatakan tingginya kalkulasi biaya produksi imbas rencana kenaikan tarif royalti tersebut membuat pemegang izin usaha pertambangan (IUP) nikel memilih berhenti beroperasi. 

"Kalau penerapan royalti 14%, ada beberapa IUP yang [berpotensi] sudahlah tutup saja, daripada produksi, rugi," kata Meidy dalam agenda diskusi Wacana Kenaikan Tarif Royalti Pertambangan, dikutip Selasa (18/3/2025).

Usulan kenaikan tarif royalti nikel di Indonesia./dok. APNI

Meidy memaparkan, jika mengacu pada harga mineral acuan (HMA) periode kedua Maret 2025, harga patokan mineral (HPM) untuk bijih nikel berkadar 1,7% Ni dan moisture 35% adalah US$30,9 per metrik ton basah atau wet metric tons (wmt).