Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Ekonom menilai bahwa kinerja penerimaan pajak yang menurun sampai Februari 2025 menimbulkan risiko penambahan utang negara yang tak terkendali.

Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif CELIOS Bhima Yudhistira menggambarkan utang negara pada Januari 2025 terlihat meningkat 43,5% dibanding periode yang sama tahun lalu. Hal ini mensinyalkan bahwa utang pemerintah pada akhir 2025 bisa menembus Rp10.000 triliun.

"Beban bunga utangnya pasti naik tajam tahun depan, membuat overhang (beban berlebih) utang, memicu crowding out effect di sektor keuangan dan efisiensi belanja ekstrem lebih brutal lagi tahun depan,” ujar Bhima, dikutip Selasa (18/3/2025).

Pada akhirnya, lanjut dia, sejumlah lembara pemeringkat internasional berpotensi mengevaluasi rating surat utang pemerintah Indonesia.

“Kesalahan terbesar pengelolaan anggaran pemerintah dimulai dari program pemerintah yang ambisius tidak disertai dengan naiknya sumber perpajakan, akhirnya membuat pemerintah melakukan efisiensi secara masif," tutur Bhima.

Dalam hal ini, dia memaparkan pemerintah memangkas belanja negara hingga Rp306 triliun, dividen BUMN dialihkan langsung kepada Danantara, hingga penundaan pengangkatan calon aparatur sipil negara (CASN) menjadi ASN merupakan korban dari program ambisius pemerintah.

"Program tersebut membutuhkan dana dengan jumlah jumbo, namun penerimaan negara sedang cekak.” tutur Bhima.

Maka itu, dia mendesak Menteri Keuangan Sri Mulyani, ketiga Wakil Menteri Keuangan, beserta Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) Suryo Utomo untuk mundur dari jabatannya.

"Karena gagal menjalankan mandat disiplin fiskal tanpa rencana jelas, dan tidak berani melakukan terobosan pajak, justru merusak sistem perpajakan yang ada melalui buruknya implementasi Coretax,” tutup Bhima.

Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan realisasi pendapatan negara sampai Februari 2025 tercatat sebesar Rp316,9 triliun. Angka ini merosot Rp83,46 triliun atau 20,84% dibanding pendapatan negara pada periode yang sama tahun lalu, tepatnya Februari 2024 yang mencapai Rp400,36 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan belanja negara sampai Februari 2025 sebesar Rp348,1 triliun. Angka ini juga menurun Rp26,22 triliun atau 7% dari realisasi belanja negara pada Februari 2024 yang sebesar Rp374,32 triliun.

"Dengan demikian, keseimbangan primer pada Februari 2025 tercatat sebesar Rp48,1 triliun," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN Kinerja dan Fakta Periode Februari 2025, Kamis (13/3/2025).

Tak seperti biasanya, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) sudah mengalami defisit pada awal tahun, yakni mencapai Rp31,2 triliun atau 0,13% terhadap produk domestik bruto (PDB). Hal ini berbeda dengan kondisi APBN pada Februari 2024 yang mengalami surplus sebesar Rp26 triliun atau 0,63% terhadap PDB.

Dengan demikian pemerintah menarik utang negara mencapai Rp220,1 triliun, lebih tinggi dibanding pembiayaan anggaran pada periode yang sama tahun lalu, yakni Rp184,3 triliun.

(lav)

No more pages