Menurut dia, PDIP menerima rumusan RUU TNI usai terlibat dalam pembahasan dan penyusunan beleid tersebut bersama pemerintah di Komisi I. Hal ini seolah menunjukkan partai berlambang kepala banteng tersebut tak menemukan rumusan aturan yang berbahaya; termasuk membangkitkan kembali dwifungsi TNI.
“Dan hasilnya seperti apa tadi kan di konferensi pers sudah disebarkan hasil dari panja [panitia kerja] yang akan diputuskan. Jadi silahkan dilihat hasil Panjanya, tadi kan teman-teman juga sudah mendapatkan hasil dari Panjanya yang akan kita putuskan bersama,” ucap dia.
Menurut Puan, PDIP justru menjadi penyeimbang dalam proses pembahasan RUU TNI, sebab dirinya mengklaim PDIP dapat meluruskan beberapa persoalan dalam pembahasan RUU TNI yang bertentangan dengan ideologi partai.
Menurut Puan, kekhawatiran terkait dwifungsi TNI atas adanya revisi UU TNI telah terbantahkan atas penjelasan pimpinan DPR dan pimpinan Komisi I dalam konferensi pers yang digelar pagi hari tadi.
“Kan tadi sudah ada konferensi pers bahwa ada 3 pasal yang sebenarnya sudah dibahas, sudah mendapatkan masukan dari seluruh elemen masyarakat, dan tidak ada hal pelanggaran, sudah tidak ada hal yang kemudian apa namanya melanggar hal-hal yang dicurigai akan kemudian membuat hal-hal yang kedepannya itu tercederai,” ucap dia.
Pimpinan DPR membeberkan sejumlah pasal yang mengalami revisi atau mendapat rumusan baru pada draf revisi Undang-undang nomor 34 tahun 2004 atau RUU TNI. Lembaga legislatif tersebut mengklaim hanya ada perubahan rumusan pada tiga pasal yaitu Pasal 3; Pasal 47; dan Pasal 53.
Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad mengklaim, revisi pada tiga pasal tersebut pun tak membuka peluang kembali terjadinya dwifungsi militer. Menurut dia, RUU TNI hanya ingin memperkuat sistem internal TNI; mulai dari pengaturan usia pensiun, hingga penegasan tugas di luar dinas militer atau pada jabatan sipil.
“Ini pasal dibuat supaya semua sinergis dan lebih rapi dalam administrasinya,” kata Ketua Harian Partai Gerindra tersebut di kompleks DPR, Senin (17/03/2025).
Soal Pasal 3, menurut dia, DPR dan pemerintah tak mengubah bunyi ayat (1) yang memang menetapkan pengerahan dan penggunaan kekuatan militer TNI berkedudukan di bawah Presiden. Pada ayat (2), DPR dan pemerintah hanya merapikan dengan menetapkan seluruh kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan administrasi TNI seluruhnya berada di dalam koordinasi dengan Kementerian Pertahanan.
Pasal 53, kata Dasco, DPR dan pemerintah hanya menyeragamkan usia pensiun anggota TNI yang setara dengan sejumlah lembaga negara lainnya. Di tubuh TNI, anggota militer memiliki masa tugas aktif yang bervariasi sesuai dengan kepangkatannya; mulai dari 55 hingga 62 tahun.
Sedangkan pada Pasal 47, menurut dia, DPR dan pemerintah tak menambah luas jabatan sipil yang bisa diisi perwira aktif TNI. Dia mengklaim, selama ini sejumlah perwira tinggi TNI memang sudah bertugas di sejumlah lembaga tersebut. RUU TNI hanya memberikan payung hukum dan jaminan. Dia menampik ada lembaga baru yang dimasukkan.
Dasco mengklaim, ayat (1) pasal tersebut memberikan ruang perwira TNI menempati jabatan sipil di 15 kementerian atau lembaga negara; dari sebelumnya hanya 10 kementerian atau lembaga. Sedangkan ayat (2) secara tegas mengharuskan perwira TNI mengundurkan diri lebih dulu untuk mengisi jabatan sipil di luar 15 kementerian atau lembaga yang sudah ditetapkan.
(azr/frg)