“Yang terpenting adalah uang negara yang kita duga dikorupsi oleh yang bersangkutan, itu harus bisa kita tarik kembali. Karena itu rezim di undang-undang kita terkait dengan assets recovery. Jadi, nanti ada penagihannya seperti apa, sedang kita lakukan proses-prosesnya,” ujar Asep.
“Yang jelas, fokus kita itu assets recovery. Jadi berapa pun yang sudah ter-declare itu harus diambil.”
AGK mendapat hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider enam bulan penjara dalam kasus suap dan gratifikasi jabatannya sebagai gubernur Maluku Utara. Vonis diketok majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Ternate.
Selain itu, hakim juga mewajibkan AGK membayar uang pengganti hasil suap dan gratifikasi senilai Rp109 juta dan US$90 ribu atau setara Rp1,36 miliar.
“Jika dalam waktu satu bulan uang pengganti tidak dikembalikan, maka hukuman dianggap berkekuatan hukum tetap dan jaksa akan melakukan penyitaan terhadap harta benda terdakwa,” kata Ketua Majelis Hakim Kadar Nooh di Pengadilan Negeri Ternate, Kamis (26/9/2024)
“Apabila dari hasil penyitaan tidak mencukupi, terdakwa harus menjalani hukuman tambahan 3 tahun 6 bulan penjara."
Vonis ini bukan babak akhir bagi kasus hukum AGK. KPK masih membuka penyidikan terhadap mantan gubernur tersebut dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang berpotensi menghasilkan hukuman penjara dan denda uang pengganti yang lebih besar.
Pada kasus TPPU, KPK menuduh AGK telah menerima dan menyamarkan uang senilai Rp100 miliar yang diduga berasal dari suap dan gratifikasi. Lembaga antirasuah tersebut mengklaim memiliki petunjuk upaya menyamarkan asal usul kepemilikan sejumlah aset bernilai ekonomis oleh AGK dengan menggunakan identitas orang lain.
(azr/frg)