Dia menambahkan, secaraa prosedur, utang rafaksi tersebut seharusnya diklaim oleh produsen minyak goreng terlebih dahulu. Setelah itu, baru produsen yang akan mengganti selisih harga ke peritel menggunakan dana dari Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).
Transparansi Hasil Verifikasi
Di tempat terpisah, pakar kebijakan publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah berpendapat pemerintah seharusnya membeberkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh verifikator independen agar tidak terjadi kegaduhan akibat isu utang rafaksi minyak goreng tersebut.
"Harusnya hasil verifikasi oleh Sucofindo itu dibuka ke publik. Berapa sebenarnya utangnya? Berapa jumlah minyak goreng yang disalurkan ke masyarakat lewat ritel modern? Transparansi agar semua tahu, tidak ada yang dirugikan," katanya ketika dihubungi oleh Bloomberg Technoz, Rabu (17/5/2023).
Hasil verifikasi yang dilakukan oleh Sucofindo nantinya akan digunakan sebagai acuan oleh Kemendag untuk menentukan nominal pembayaran utang rafaksi minyak goreng dari BPDPKS.
"Kalau klaim dari peritel modern itu kan Rp344,15 miliar. Nah, sebenarnya berapa? Itu harus dibuka. Ada peluang klaim tersebut terlalu besar. Verifikasi yang akan menjawab ini," tegasnya.
Seperti diketahui, Aprindo mendesak pemerintah untuk segera membayar utang rafaksi minyak goreng yang diklaim mencapai Rp344,15 miliar ke 31 peritel modern. Utang tersebut terkait dengan kebijakan minyak goreng satu harga yang dijalankan pada 19—31 Januari 2022.
Menurut Aprindo, besaran utang pemerintah tersebut dihitung berdasarkan rerata selisih harga keekonomian minyak goreng senilai Rp17.260/liter dengan harga jual yang ditetapkan oleh Kemendag secara sepihak senilai Rp14.000/liter.
Sebelumnya, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memperkirakan kerugian akibat kebijakan minyak goreng satu harga yang diterapkan Kemendag pada awal 2022 mencapai sekitar Rp1,1 triliun.
“Itu kan kerugiannya tidak sedikit. Berdasarkan data Aprindo, kebijakan yang hanya sebulan saja itu sudah mencapai Rp344 miliar. Itu dari sisi Aprindo, belum lagi dari sisi produsen minyak goreng kemasan yang diperkirakan mencapai Rp700 miliar,” ujar Direktur Ekonomi KPPU Mulyawan Ranamenggala belum lama ini.
Apabila ditotal, lanjutnya, maka total kerugian yang diakibatkan oleh kebijakan minyak goreng satu harga pada Januari 2022 bisa mencapai Rp1,1 triliun. Namun, total kerugian tersebut masih berupa perkiraan yang nominalnya bisa berubah apabila ada laporan terbaru dari pihak-pihak terkait.
(wdh/frg)