Meskipun capaian surplus itu turun dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai US$ 3,49 miliar.
Kinerja dagang Februari dengan surplus yang melampaui estimasi pasar terutama karena sumbangan kenaikan ekspor degan pertumbuhan 14,05% yoy, naik dibanding Januari sebesar 4,56% dan melampaui perkiraan pasar 7,75%.
Pada saat yang sama, kinerja impor juga positif dengan tumbuh 2,30%, dari bulan lalu yang terkontraksi hingga 3,02%. Angka pertumbuhan impor juga lebih baik dibanding perkiraan pasar yang memprediksi hanya akan tumbuh 1% bulan lalu.
Meski positif, beberapa data menyiratkan sinyal lebih lanjut akan penurunan konsumsi domestik.
Hal itu salah satunya terlihat dari laju impor barang konsumsi yang anjlok double digit baik secara bulanan maupun tahunan pada Februari.
Pada bulan lalu, kinerja impor barang konsumsi turun hingga 10,61% dibanding Januari 2025. Sedangkan dibanding Februari 2024, penurunannya bahkan mencapai 21,05%. Adapun secara kumulatif selama Januari-Februari 2025 dibandingkan Januari-Februari 2024, impor barang konsumsi juga turun hingga 14,28%.
Penurunan barang konsumsi terutama karena impor komoditas buah-buahan yang turun sampai 34,27% dibandingkan Januari, atau hingga US$ 60,9 juta.
Sementara secara tahunan, impor buah masih tumbuh positif 29,66%.
Adapun impor daging hewan serta serealia termasuk beras, pada Februari, sebulan sebelum musim perayaan dimulai, juga mencatat penurunan.
"Daging hewan secara bulanan (month-to-month) turun US$ 44,8 juta, begitu juga serealia terutama beras di dalamnya turun secara mtm sebesar US$ 17,8 juta," kata Amalia dalam taklimat media di Jakarta, hari ini (17/3/2025).
Impor produk tekstil pada Februari lalu juga turun 20,74% dibanding Januari 2025. Impor barang tekstil dari China mencatat penurunan terbesar mencapai 36,06% dibanding bulan Januari 2025.
Penurunan impor barang konsumsi, terutama makanan, seolah memberikan cerminan lebih banyak tentang kondisi konsumsi masyarakat yang cenderung lesu.
Namun, untuk beras, menurut BPS adalah terkait suplai domestik yang masih melimpah.
Kepala Badan Pusat Statistik Amalia Adininggar Widyasanti menjelaskan, secara kumulatif penurunan impor barang konsumsi terutama disumbang oleh impor beras yang lebih rendah. "Secara kumulatif impor barang konsumsi mencapai 14,28% dan komoditasnya beras di mana andil penurunan 13,78% karena impor beras selama Januari-Februari ini memang lebih rendah daripada tahun lalu, karena terkait ketersediaan suplai beras domestik," kata Amalia.
(rui)