Bloomberg Technoz, Jakarta - Kalangan pengusaha membeberkan penyebab kinerja penjualan eceran atau ritel di Indonesia sepanjang Februari tahun ini menjadi terendah sejak masa Pandemi Covid-19.
Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Solihin mengatakan hal tersebut terjadi lantaran pola pergeseran daya beli masyarakat terhadap merek-merek tertentu dari sisi barang konsumen yang bergerak cepat atau FMCG.
"Dari sisi ritel FMCG, terjadi shifting, atau pola beli masyarakat berubah. Biasanya dia konsumen produk brand ini, sekarang gak terlalu tertarik," ujar Solihin saat dihubungi, Senin (17/3/2025).
Solihin mengatakan perubahan perilaku konsumen tersebut juga turut menyebabkan pengurangan keuntungan pengusaha ritel. Apalagi, sejauh ini, sejumlah keuntungan ritel didominasi oleh merek-merek barang konsumen ternama.
Konsumen, kata dia, saat ini lebih memilih barang yang lebih murah dibandingkan kesadaran merek atau brand awareness yang cukup mendominasi di pasar ritel Indonesia.
"Sekarang gak harus itu, ada merek yang lain yang jauh lebih murah. Akhirnya terjadi pergeserannya ke sana. Mereka [saat ini] tidak berorientasi merek, tetapi manfaatnya sama, asalkan lebih murah," kata Solihin.
Di sisi lain, Solihin juga menyinggung sejumlah kebijakan insentif pemerintah sejak awal tahun ini yang masih belum menunjukkan asil positif.
Insentif tersebut meliputi pemberian diskon tarif listrik selama Januari-Februari, kenaikan upah burun sebesar 6,5%, hingga imbauan pemberian Bantuan Hari Raya (BHR) bagi pengemudi ojek online hingga kurir.
"Kebijakan-kebijakan ini tidak begitu kuat untuk mengangkat daya beli masyarakat," ujar dia.
Bank Indonesia sebelumnya merilis data Indeks Penjualan Riil pada Februari 2025 diperkirakan kan turun atau terkontraksi sebesar 0,5% year-on-year (yoy). Padahal, Januari lalu masih tumbuh sebesar 0,5%.
Meski demikian, BI memperkirakan penjualan eceran pada Februari akan tumbuh 0,8%, setelah bulan sebelumnya anjlok dengan pertumbuhan minus 4,7% month-to-month (mom).
"Peningkatan kinerja penjualan [pada Februari, secara bulanan], didukung oleh permintaan masyarakat jelang Ramadan dan persiapan Idulfitri," jelas Bank Indonesia dalam laporan yang dikutip, Kamis (13/3/2025) lalu.
Akan tetapi, bila membandingkan kinerja penjualan eceran pada momen jelang musim perayaan tahun-tahun sebelumnya, capaian bulan Februari lalu adalah yang terendah setidaknya sejak Pandemi Covid-19.
Tahun lalu, misalnya, Lebaran jatuh pada pertengahan April. Alhasil, pada pertengahan Maret, bulan Ramadan sudah dimulai. Penjualan ritel pada Maret tahun lalu mencapai 9,9% mom dan 9,3% yoy.
Sementara pada 2023 di mana Lebaran jatuh pada akhir April, penjualan eceran pada bulan Maret juga melejit tinggi 7% mtm dan 4,9% yoy. Berlanjut pada April tahun itu dengan penjualan ritel melesat 12,8% mtm.
Sedang pada tahun 2022 ketika Idulfitri dirayakan pada awal Mei, penjualan ritel juga tumbuh tinggi pada bulan sebelumnya mencapai 8,5% yoy dan 16,5% mtm.
(ain)