Anuchit Nguyen - Bloomberg News
Bloomberg, Para produsen baja Thailand meminta pemerintah untuk memberikan lebih banyak perlindungan sebab tarif impor Presiden AS Donald Trump telah memicu kekhawatiran global akan adanya praktik curang dumping untuk menemukan pasar-pasar baru dan kebijakan proteksionisme balasan.
Trump menerapkan bea masuk 25% untuk impor baja AS awal pekan ini, memicu kekhawatiran di antara produsen di seluruh dunia yang telah berjuang melawan banjir ekspor dari China. Para pemimpin Thailand harus mencegah lebih banyak kerugain pada produsen negara itu, menurut Steel Industry Club, bagian dari Federasi Industri Thailand.
“Kami tidak berdaya dan pemerintah adalah satu-satunya harapan kami,” kata Pongthep Thepbangchag, wakil presiden klub tersebut, dalam sebuah wawancara di Bangkok minggu lalu(16/3/2025). “Sektor baja Thailand sudah berada dalam situasi kritis dengan pertumbuhan ekonomi yang lesu, konsumsi yang lemah dan pasokan yang murah.”

Tarif terbaru Trump merupakan gelombang proteksionisme yang melanda industri baja dunia, sebagian besar sebagai respons terhadap ekspor China yang merajalela. Langkah ini bisa saja menimbulkan langkah proteksionisme oleh negara lain untuk melindungi diri dari baja negara lain.
Vietnam dan Korea Selatan mengumumkan bea masuk anti-dumping yang besar baru-baru ini, sementara Uni Eropa sedang merevisi perlindungannya dan otoritas perdagangan India telah merekomendasikan pembatasan. Thailand telah menerapkan tarif 31% untuk baja canai panas - produk baja utama - yang dikirim dari Tiongkok.
Para produsen baja di Thailand, produsen baja terbesar keempat di Asia Tenggara, telah berbicara dengan pemerintah tentang bea masuk anti-dumping dan kontrol kualitas yang lebih ketat untuk mengekang impor, kata Thepbangchag. Thailand adalah salah satu pelanggan utama baja China, mengambil lebih dari 5 juta ton tahun lalu.
Meningkatnya penolakan terhadap ekspor baja China menambah tekanan pada industri baja China, yang telah melihat berbagai spekulasi bulan ini tentang potensi pembatasan produksi yang didukung pemerintah. Ekspor dapat menurun sebanyak 20% tahun ini karena hambatan perdagangan berlipat ganda, menurut S&P Global Ratings.
Kegelisahan di industri baja Thailand mencerminkan kekhawatiran yang lebih luas di seluruh Asia Tenggara mengenai peningkatan ekspor China di berbagai jenis barang. Negara-negara termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi peningkatan arus barang dan jasa mulai dari tekstil hingga plastik, kulit, karet, dan bahkan produk konsumen.
Lebih dari 3.500 lokasi manufaktur di Thailand telah ditutup dalam tiga setengah tahun terakhir, menurut sebuah laporan dari surat kabar lokal Thansettakij.
(bbn)