Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Amerika Serikat dan Israel dilaporkan telah menghubungi pemerintah Sudan, Somalia, dan Somaliland untuk membahas kemungkinan penggunaan wilayah mereka sebagai tempat pemukiman warga Palestina dari Gaza yang hancur akibat perang. Laporan ini pertama kali diungkap oleh The Associated Press (AP) yang mengutip pejabat dari kedua negara.

Menurut laporan tersebut, Washington dan Tel Aviv mencari alternatif untuk merelokasi warga Palestina yang terdampak perang, seiring dengan berlanjutnya konflik di Gaza. Rencana ini disebut-sebut sebagai bagian dari upaya rekonstruksi Gaza, tapi belum ada konfirmasi resmi mengenai detailnya.

Sumber-sumber diplomatik menyebutkan bahwa Sudan, Somalia, dan Somaliland dipilih karena faktor geografis dan hubungan politik yang sedang berkembang dengan AS maupun Israel. Namun, respons dari negara-negara tersebut beragam, dengan sebagian besar menolak gagasan pemukiman kembali warga Palestina di wilayah mereka.

Pejabat Sudan secara tegas menyatakan bahwa mereka telah menolak proposal dari Amerika Serikat. Seorang pejabat senior pemerintahan Sudan mengatakan kepada Reuters bahwa negaranya tidak pernah menerima proposal semacam itu dan menegaskan bahwa pemindahan warga Palestina ke Sudan adalah sesuatu yang "tidak dapat diterima."

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Somalia, Ahmed Moalim Fiqi, menegaskan bahwa pemerintahnya tidak pernah menerima permintaan dari AS atau Israel terkait rencana ini. Ia juga menolak kemungkinan penggunaan wilayah Somalia untuk pemukiman warga Palestina.

"Somalia dengan tegas menolak setiap proposal atau inisiatif dari pihak mana pun yang akan merampas hak rakyat Palestina untuk hidup damai di tanah leluhur mereka," kata Fiqi kepada Reuters.

Menteri Luar Negeri Somaliland, Abdirahman Dahir Adan, juga menegaskan bahwa tidak ada negosiasi atau komunikasi mengenai relokasi warga Palestina. "Tidak ada pembicaraan dengan siapa pun mengenai Palestina," katanya.

Somaliland, yang telah mendeklarasikan kemerdekaannya dari Somalia sejak 1991 namun belum diakui oleh negara mana pun, telah lama berupaya mendapatkan dukungan dari Amerika Serikat. Namun, hingga saat ini, belum ada indikasi bahwa mereka akan menerima proposal pemukiman kembali warga Palestina.

Gedung Putih dan Departemen Luar Negeri AS belum memberikan tanggapan terkait laporan ini.

Reaksi Internasional terhadap Rencana Relokasi

Sementara itu, para pemimpin negara-negara Arab telah menyetujui rencana rekonstruksi Gaza senilai US$53 miliar yang diprakarsai oleh Mesir, yang menekankan pembangunan kembali wilayah tersebut tanpa memindahkan warganya. Rencana ini bertolak belakang dengan gagasan Presiden AS Donald Trump mengenai "Riviera Timur Tengah."

Trump sebelumnya mengusulkan agar AS mengambil alih Gaza dan merekonstruksi wilayah tersebut setelah hancur akibat perang yang berlangsung sejak Oktober 2023. Ia juga sempat menyarankan relokasi permanen warga Palestina, sebuah gagasan yang memicu kekhawatiran luas.

Juru bicara PBB di Jenewa, Michele Zaccheo, menanggapi laporan AP dengan menegaskan bahwa, "Setiap rencana yang dapat menyebabkan pemindahan paksa penduduk atau pembersihan etnis adalah sesuatu yang jelas kami tolak, karena bertentangan dengan hukum internasional."

Di pihak Palestina, penasihat politik Hamas, Taher Al-Nono, mengecam gagasan pemindahan warga Palestina ke Afrika sebagai "konyol" dan menegaskan bahwa rencana tersebut telah ditolak oleh rakyat Palestina serta para pemimpin Arab.

"Rakyat Palestina tidak akan meninggalkan tanah mereka," tegasnya.

Di sisi lain, sejumlah menteri Israel menyatakan bahwa mereka ingin mencari cara untuk memfasilitasi kepergian sukarela warga Palestina dari Gaza, tetapi tidak mempertimbangkan pengusiran paksa.

(del)

No more pages