Bloomberg Technoz, Jakarta - Melemahnya daya beli masyarakat mulai memberikan dampak nyata terhadap kinerja PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO).
Meskipun perusahaan membukukan laba bersih tahun 2024 sebesar Rp1,2 triliun atau tumbuh 23% yoy, prospek bisnis ke depan justru terlihat lebih suram.
Dalam laporan riset terbaru CGS International Sekuritas, analis menurunkan ekspektasi pertumbuhan penjualan SIDO untuk 2025-2026 sebesar 1,9%, sementara proyeksi pendapatan juga dipangkas 1,6%-3,3%. Salah satu penyebabnya adalah pemulihan daya beli yang lambat, yang membuat target pertumbuhan penjualan tahun ini direvisi menjadi 5% dari sebelumnya 7%.
Penjualan SIDO di 2024 mencapai Rp3,9 triliun, tumbuh 10% yoy, didukung oleh segmen herbal (+6%), F&B (+18%), dan farmasi (+10%). Namun, dalam dua bulan pertama 2025, perusahaan mencatat penurunan pertumbuhan penjualan secara tahunan, yang sebagian disebabkan oleh efek basis tinggi pada awal 2024 akibat lonjakan permintaan saat Pemilu.
Di tengah tekanan daya beli, analis tetap memperkirakan gross profit margin (GPM) akan stabil di 59% untuk 2025-2026, didukung oleh biaya bahan baku herbal yang tidak banyak berubah serta penurunan harga bahan baku untuk segmen food & beverages (F&B).
Meskipun demikian, tantangan lain masih mengintai, termasuk persaingan ketat di segmen produk herbal serta lambatnya ekspansi ke pasar luar negeri.
Selain itu, perubahan kebijakan pemerintah juga menjadi faktor penentu apakah daya beli masyarakat bisa pulih lebih cepat dari perkiraan.
“Dengan berbagai tekanan ini, target harga saham SIDO diturunkan dari Rp700 menjadi Rp580, yang mencerminkan valuasi P/E 14,5x untuk 2025. Analis tetap memberikan rekomendasi HOLD, dengan catatan bahwa potensi kenaikan harga saham akan bergantung pada pulihnya permintaan dan efektivitas strategi ekspansi perusahaan.” ungkap Analis CGS International Sekuritas dalam risetnya, Jumat (14/3).
(rtd/spt)