Logo Bloomberg Technoz

"Saya sangat memahami apa yang dilakukan pasar."

Manajer yang berbasis di Boston ini diuntungkan oleh pasar yang terguncang perang dagang—sesuatu yang sebelumnya tampak kebal terhadap kekhawatiran tentang valuasi yang melonjak dan konsentrasi pasar. 

Hedge fund, spekulan ritel, dan dana pensiun mengalami pukulan, bahkan dengan hari seperti Jumat, ketika S&P 500 mencatat lonjakan terbesar dari kerugian dalam tujuh bulan. Namun, bagi sekelompok skeptis lama terhadap reli bullish yang didorong teknologi—seperti rekan-rekan Inker di ekuitas internasional dan investasi nilai—ini adalah pasar yang patut dinikmati.

Volatility Spikes Amid Trump Uncertainty. (Sumber: Bloomberg)

Gejolak tajam adalah hal yang biasa di Wall Street. Namun, yang mengejutkan para profesional pasar adalah betapa uniknya momen ini terasa. Sebagian besar pergerakan perdagangan dapat dikaitkan dengan satu variabel saja: Donald Trump.

Dampak Trump pada pasar di hari-hari awal masa jabatannya memang bisa dibilang bersejarah, setidaknya dalam konteks pemerintahan baru. Di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap ancaman tarif dan pemecatan pejabat pemerintah, saham AS mencatat awal terburuk bagi pemerintahan baru sejak krisis keuangan global. Dolar berada di jalur penurunan pasca-pelantikan terbesar sejak Richard Nixon memulai masa jabatan keduanya pada 1973.

Semua itu membuat pekan ini kembali menjadi masa sulit bagi berbagai kelas aset, dengan S&P 500 pada Kamis mencatat penurunan 10% hanya dalam 16 sesi—sebelum mengalami rebound pada Jumat. Pasar kredit juga mulai mengonfirmasi kekhawatiran pertumbuhan, dengan meningkatnya selisih imbal hasil obligasi berisiko tinggi. Dolar AS terpukul selama dua minggu berturut-turut, memperpanjang kerugiannya di bulan Maret menjadi 2,5%.

Sudut pandang lain terhadap gejolak ini datang dari Citigroup Inc. Indeks risiko globalnya, yang menganalisis volatilitas tersirat dari 22 ETF lintas aset, berada di level tertinggi sejak 2022.

Global Cross-Asset Pricing of Risks Is Highest Since 2022. (Sumber: Citi)

Beberapa minggu yang lalu, ceritanya sangat berbeda. Saham mencetak rekor demi rekor, selisih imbal hasil obligasi berisiko tinggi menyempit ke level terendah sejak 2007, dan Bitcoin berada di atas US$100.000. Sekitar sepertiga dari S&P 500 terkonsentrasi hanya di tujuh saham, suatu tingkat konsentrasi yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Bagi banyak skeptis Wall Street, pelepasan ekses seperti itu—apa pun alasannya—sudah lama dinantikan. Dan aksi jual berbasis risiko ini justru terlihat sebagai peluang bagi Jeff Muhlenkamp, yang dana Muhlenkamp Fund senilai US$230 juta berhasil bertahan dari keterpurukan pasar dan mencatatkan keuntungan tahun ini. Ia mencari peluang murah di industri semikonduktor dan bahan kimia.

Muhlenkamp mencatat bahwa dengan S&P 500 diperdagangkan pada 27 kali laba yang dilaporkan pada Januari, Trump mewarisi salah satu pasar saham termahal dalam sejarah. Menurutnya, pasar ini memang sudah matang untuk dijual, terutama ketika ketidakpastian mulai meningkat seputar agenda kebijakan presiden dan China muncul sebagai ancaman bagi dominasi Amerika dalam kecerdasan buatan.

"Pasar memang sudah sangat mahal, dan semua ketidakpastian ini akan membuat orang gelisah," kata Muhlenkamp. 

"Jadi mereka akan sedikit mundur. Mereka tidak seberisiko seperti sebelumnya. Dan itu adalah hal yang sangat sehat."

Spiral Volatilitas

Pekan ini juga akan dikenang sebagai periode di mana para pedagang yang waspada kembali mencari perlindungan di aset-aset aman, seperti emas dan obligasi pemerintah. Logam mulia tersebut telah naik 10% sejak pelantikan Trump pada Januari—awal terbaik untuk siklus kepresidenan sejak masa Jimmy Carter dimulai pada 1977. Obligasi pemerintah AS naik 2,5% selama periode ini, keuntungan yang belum pernah terlihat pada awal siklus sejak Bill Clinton pada 1993.

Terus berlanjutnya volatilitas membuat para pengamat pasar selama berminggu-minggu menantikan apa yang disebut sebagai "Trump put," di mana presiden turun tangan untuk meredam kerugian lebih lanjut atau menenangkan volatilitas. Namun, untuk saat ini, sentimen tetap rapuh, dengan kepercayaan terhadap oligarki raksasa teknologi Amerika yang terus diuji.

Semua ini menjadi berkah bagi para pendukung saham asing, yang selama lebih dari satu dekade tertinggal dibandingkan kejayaan Magnificent 7. Di Morgan Stanley Investment Management, Jitania Kandhari termasuk di antara mereka yang akhirnya mendapat manfaat dari rotasi keluar dari kelompok saham tersebut.

“Konsentrasi di AS meningkat, valuasi sudah melewati batas,” kata wakil CIO dari grup solusi dan multi-aset yang turut mengawasi Passport Overseas Equity Portfolio. “Rasanya memang sudah waktunya terjadi koreksi.”

(bbn)

No more pages