Albertina Torsoli - Bloomberg News
Bloomberg, Produsen Ozempic, Novo Nordisk A/S, berencana meningkatkan produksi obatnya secara lokal untuk pasar AS. Boeing Co menghadapi risiko gangguan rantai pasokan serta peningkatan biaya produksi pesawat yang mungkin sulit dialihkan ke konsumen. Sementara itu, Shein Group Ltd, raksasa ritel online asal China, menawarkan insentif kepada pemasok pakaian teratasnya untuk membangun kapasitas produksi baru di Vietnam.
Perusahaan-perusahaan global kini berlomba mencari perlindungan dari kebijakan tarif agresif Presiden Donald Trump, yang terus berubah dan meninggalkan ketidakpastian.
Di ruang-ruang rapat, para eksekutif menghitung potensi kerugian akibat tarif ini—mulai dari dampaknya terhadap penjualan, laba, hingga pangsa pasar. Banyak perusahaan mulai membentuk "satuan tugas tarif" guna mencari cara meredam dampak kebijakan tersebut.
Dalam beberapa minggu pertama masa jabatannya, Trump memberlakukan tarif pada sekitar US$1,4 triliun barang impor dari Kanada, Meksiko, dan China—lebih dari tiga kali lipat tarif senilai US$380 miliar yang diterapkan pada barang-barang China selama periode pertama kepemimpinannya, menurut perkiraan Tax Foundation. Meski begitu, ia kemudian menunda dan mengurangi ancaman tarif terhadap Kanada dan Meksiko.
Dalam eskalasi terbaru perang dagang, Trump pada Kamis (13/02/2025) mengancam akan memberlakukan tarif 200% pada anggur, sampanye, dan minuman beralkohol lainnya dari Prancis dan Uni Eropa. Kebijakan ini berpotensi merugikan perusahaan seperti LVMH, pemilik merek sampanye Moët & Chandon serta Veuve Clicquot.
Rentetan pengumuman tarif ini telah mengguncang pasar keuangan. Berbagai perusahaan, mulai dari produsen mobil Stellantis NV dan Volkswagen AG, perusahaan farmasi Sandoz Group AG dan Eli Lilly & Co, hingga peritel Walmart Inc, Target Corp, dan Temu, kini berjuang untuk memahami dampaknya dan mencari solusi.

Menurut CEO produsen ban Michelin, Florent Menegaux, tarif dapat mengganggu ekosistem perdagangan global yang sangat kompleks.
"Di dunia yang sudah sangat terhubung, mekanisme perdagangan menjadi rumit. Jika Anda mulai menerapkan tarif, dampaknya bisa sangat sulit diprediksi," ujarnya dalam sebuah wawancara. Menegaux mencontohkan bahwa dalam proses perakitan satu mobil di AS, suku cadang dapat melintasi perbatasan hingga 53 kali, menjadikan tarif sebagai mimpi buruk logistik.
Di tengah kebingungan ini, beberapa pola strategi mulai terlihat. Banyak perusahaan, seperti produsen suku cadang otomotif Continental AG, Schaeffler AG, dan Valeo SE, menyatakan bahwa mereka tidak punya pilihan selain membebankan kenaikan biaya kepada konsumen.
"Bagi kami sudah jelas: kami tidak bisa menanggung beban tambahan ini, dan kami memberi tahu pelanggan tentang hal itu," kata CFO Continental, Olaf Schick, dalam wawancara. Perusahaan asal Jerman ini memiliki 20 pabrik di Meksiko dan memperoleh 20% pendapatannya dari AS tahun lalu.
Pemerintahan Trump berharap tarif akan memaksa perusahaan yang ingin berjualan di AS untuk memproduksi barangnya secara lokal. Sejumlah perusahaan, seperti Pirelli & C SpA dan Eli Lilly, telah berkomitmen untuk meningkatkan produksi di AS. Namun, kelompok industri memperingatkan bahwa langkah ini memerlukan waktu lama.
"Pabrik ban bukan sekadar pabrik perakitan," kata Menegaux. "Investasi minimum untuk pabrik ban adalah US$600 juta. Jika dikerjakan secepat mungkin, butuh tiga tahun sebelum bisa memproduksi ban pertama." Dalam jangka pendek, Michelin tidak punya pilihan selain menaikkan harga.
Namun, tidak semua perusahaan bisa membebankan kenaikan biaya ini ke konsumen. Stellantis dan Volkswagen diperkirakan akan kehilangan hingga €5,21 miliar dalam pendapatan tahunan mereka akibat tarif pada kendaraan impor dari Meksiko dan Kanada, menurut analisis Bloomberg Intelligence.
S&P Global Ratings bahkan menurunkan peringkat utang Stellantis, dengan alasan potensi dampak dari tarif ini. Perusahaan, yang memiliki merek Jeep, Ram, Chrysler, dan Dodge, diperkirakan akan mengimpor sekitar 417.000 kendaraan ke AS tahun ini dari kedua negara tersebut.

"Kami tidak bisa begitu saja menaikkan harga kepada pelanggan karena persaingan yang ketat dan kapasitas produksi yang berlebih," ujar analis industri Michael Dean dari BI.
Produsen mobil juga menghadapi ancaman tarif lebih lanjut pada impor mereka dari Eropa. Trump telah mengancam akan menerapkan tarif 25% pada kendaraan Uni Eropa, dengan industri farmasi, otomotif, dan pertanian menjadi target utama.
Jika ancaman ini terwujud, Volvo Car AB mengatakan mereka mungkin harus meningkatkan produksi di AS.
"Kami harus mulai mempertimbangkan untuk memproduksi lebih banyak mobil di AS. Kami punya kapasitas di Charleston, jadi itu bisa menjadi solusi," kata CEO Volvo Car, Jim Rowan.
Sementara itu, bagi Boeing, tarif akan meningkatkan biaya suku cadang seperti landing gear yang mereka beli dari Kanada. Namun, CEO Kelly Ortberg menilai bahwa masalah utama bukan hanya biaya, tetapi juga "kelangsungan rantai pasokan".
Peritel besar AS seperti Target dan Walmart, yang banyak mengimpor barang dari China, juga menghadapi potensi kenaikan harga. Namun, mereka masih menunggu rincian kebijakan tarif.
"Tergantung pada tingkat tarifnya, kami harus mengambil tindakan tertentu," kata CEO Target, Brian Cornell.
Walmart bahkan meminta beberapa pemasok China untuk menurunkan harga hingga 10% per putaran tarif, memaksa mereka untuk ikut menanggung biaya bea masuk Trump. Langkah ini memicu ketegangan di kalangan pemasok yang sudah bekerja dengan margin keuntungan yang sangat tipis dan bahkan menarik perhatian pemerintah China.
Sementara itu, peritel online Temu telah mengubah model bisnisnya dengan meminta pabrik China mengirimkan produk dalam jumlah besar ke gudang di AS—sebuah strategi yang disebut "half-custody", di mana Temu hanya mengelola platform pasar digitalnya.

Beberapa perusahaan mencoba mengalihkan penjualan ke pasar lain untuk mengurangi dampak tarif. Galderma Group AG, produsen Cetaphil, menyatakan akan berusaha meningkatkan penjualan di pasar internasional.
"Kami selalu punya peluang untuk mengalihkan penjualan ke pasar global, di mana kami mengalami pertumbuhan yang sangat kuat," kata CEO Galderma, Flemming Ornskov.
Namun, hal itu lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. AS menyumbang sekitar 40% dari total penjualan Galderma.
Bagi industri farmasi, dampak tarif bergantung pada apakah bea masuk dikenakan pada produk jadi atau bahan baku farmasi. Jika yang terakhir terkena dampak, maka banyak perusahaan besar akan terpukul karena bahan baku utama obat-obatan umumnya diproduksi di China dan India.
Sandoz, produsen obat generik, menyatakan kecil kemungkinan mereka akan meningkatkan produksi di AS kecuali ada perubahan mendasar dalam sistem pembelian obat di negara tersebut.
CEO Sandoz, Richard Saynor, memperingatkan, "Dalam jangka pendek, ini bisa semakin memperburuk akses pasien. Dalam jangka menengah, kenaikan harga akan dibebankan kepada pembeli dan pada akhirnya kepada pasien."
Sementara itu, Eli Lilly mengatakan akan menghabiskan setidaknya US$27 miliar untuk membangun empat pabrik manufaktur AS yang akan beroperasi dalam lima tahun ke depan, tiga di antaranya akan membuat bahan aktif.
Sementara itu, Pfizer Inc lebih rentan terhadap tarif di UE, tempat pembuat obat itu memiliki pabrik manufaktur, kata CEO Albert Bourla. Perusahaan itu memiliki setidaknya 10 pabrik di seluruh Eropa, menurut situs webnya.
"Kami menunggu untuk melihat bagaimana itu bisa terjadi," kata eksekutif itu.
(bbn)