Bloomberg News
Bloomberg, Ekonomi China diperkirakan tetap stabil dalam dua bulan pertama tahun ini, meskipun Presiden AS Donald Trump kembali menjabat dan langsung memulai perang dagang kedua dengan Beijing.
Para pembuat kebijakan masih menyimpan stimulus untuk merespons tarif perdagangan. Sementara itu, data yang akan dirilis pada Senin (17/03/2025) diperkirakan menunjukkan peningkatan penjualan ritel serta investasi yang tetap stabil dibandingkan angka tahun sebelumnya, menurut survei ekonom Bloomberg. Produksi industri diprediksi hanya mengalami sedikit penurunan akibat penutupan pabrik selama libur Tahun Baru Imlek.
Tanda-tanda ketahanan ekonomi terbesar kedua di dunia ini terhadap dampak perang dagang muncul setelah pemerintah Presiden Xi Jinping bulan ini menetapkan target defisit anggaran terbesar dalam sejarah dan mempertahankan target pertumbuhan tahunan yang optimistis sekitar 5% untuk 2025. Namun, target ekspansi tersebut menghadapi tantangan besar, terutama setelah Trump dua kali menaikkan tarif impor China, yang berisiko mengganggu sektor ekspor—kontributor hampir sepertiga pertumbuhan PDB tahun lalu.

"Kami memperkirakan indikator aktivitas utama akan tetap stabil dalam dua bulan pertama tahun ini," ujar ekonom Citigroup Inc, termasuk Xiangrong Yu, dalam laporan pekan lalu. "Kami melihat awal tahun yang solid, dengan dampak perang dagang yang belum sepenuhnya terasa."
Biro Statistik Nasional dijadwalkan merilis data ekonomi Januari dan Februari pada Senin pukul 10.00 waktu setempat. Berikut perkiraan angka yang akan diumumkan:
- Produksi industri diprediksi naik 5,3% dibandingkan 5,8% sepanjang 2024
- Penjualan ritel diperkirakan tumbuh 3,8%, naik dari 3,5% tahun sebelumnya
- Investasi aset tetap kemungkinan meningkat 3,2%, sama dengan 2024
Produksi Industri
Sektor industri melampaui pertumbuhan konsumsi tahun lalu seiring strategi pertumbuhan dua jalur yang diterapkan China, dan tren ini diperkirakan akan berlanjut. Produksi industri kemungkinan tumbuh 5,3% dalam dua bulan pertama, menurut median prediksi ekonom yang disurvei Bloomberg, turun dari 5,8% pada 2024.

Aktivitas pabrik kembali mencatat ekspansi dalam data resmi bulan lalu, meskipun pemerintahan Trump memulai perang dagang global. Sementara itu, sektor non-manufaktur seperti konstruksi dan jasa tumbuh sesuai perkiraan. Ekspor China juga mencapai rekor dalam dua bulan pertama, dengan nilai ekspor mencapai US$540 miliar, didorong oleh peningkatan pengiriman barang ke ASEAN dan Uni Eropa.
Untuk mendorong sektor swasta, Xi Jinping tahun ini menggelar pertemuan dengan para pemimpin industri teknologi, termasuk Jack Ma, salah satu pendiri Alibaba Group Holding Ltd yang sebelumnya sempat dikucilkan oleh pemerintah.
Konsumsi
Meningkatkan belanja konsumen menjadi tantangan bagi pemerintah sejak kebijakan Covid Zero dicabut. Data awal menunjukkan tantangan ini masih berlanjut. Penjualan ritel diperkirakan tumbuh 3,8% dalam dua bulan pertama, naik tipis dibandingkan angka tahunan 3,5% pada 2024, tetapi masih lebih rendah dibandingkan pertumbuhan 5,5% setahun sebelumnya.
"Konsumsi masih menjadi sektor paling lemah, dengan penjualan ritel melambat meskipun ada dorongan dari permintaan liburan Tahun Baru Imlek," kata ekonom Bloomberg, Chang Shu dan David Qu. "Ke depan, stimulus yang diumumkan dalam Kongres Rakyat Nasional pada Maret seharusnya dapat mendukung pemulihan, tetapi target pertumbuhan 5% untuk 2025 tetap menantang."
Inflasi China memasuki zona negatif pada Januari-Februari untuk pertama kalinya sejak 2021. Libur nasional yang lebih awal dari biasanya turut menekan inflasi ke bawah, tetapi penurunannya lebih tajam dari perkiraan. Selain itu, impor secara tak terduga turun 8,4% di awal tahun, menandakan lemahnya permintaan domestik.
Dalam pertemuan tahunan parlemen bulan ini, para pemimpin Tiongkok menempatkan peningkatan konsumsi sebagai prioritas utama untuk pertama kalinya sejak Xi berkuasa lebih dari satu dekade lalu. Namun, para analis meragukan apakah kebijakan seperti peningkatan subsidi program trade-in menjadi 300 miliar yuan ($41,4 miliar) cukup untuk membalikkan tren pelemahan konsumsi.
Investasi Aset Tetap

Krisis sektor properti dalam beberapa tahun terakhir telah menyeret aktivitas investasi dan masih menjadi salah satu masalah terbesar bagi ekonomi China. Krisis ini juga memicu tekanan deflasi, karena harga rumah—di mana mayoritas kekayaan masyarakat China tersimpan—terus menurun.
Namun, langkah pemerintah untuk menstabilkan sektor ini mulai menunjukkan hasil. Harga rumah baru mengalami penurunan yang lebih lambat selama lima bulan berturut-turut hingga Januari, menandakan upaya pemerintah dalam mengakhiri keterpurukan sektor properti mulai membuahkan hasil.
Tren ini diperkirakan akan berlanjut, dengan investasi aset tetap tumbuh 3,2% dalam dua bulan pertama, sesuai dengan angka pertumbuhan sepanjang 2024, menurut perkiraan para ekonom.
(bbn)