Di bagian lain, mata uang Asia seperti baht masih menguat hingga 0,20%, dolar Taiwan 0,09%, won Korsel 0,08%, kemudian yen 0,07%, yuan offshore 0,03% dan dolar Singapura 0,02%.
Indeks dolar AS pagi ini sejatinya bergerak stabil di kisaran 103,55, terutama setelah data inflasi CPI Amerika tadi malam lebih kecil ketimbang ekspektasi pasar.
Pelemahan rupiah di awal transaksi berlangsung ketika indeks saham dibuka menguat 0,53%. Namun, dalam waktu cepat IHSG berbalik arah melemah 0,25% kini di 6.646.
Adapun di pasar surat utang RI, pergerakan harga obligasi negara bervariasi. Sebagian besar imbal hasil SUN terpantau turun, mengindikasikan kenaikan harga surat utang.
Data OTC Bloomberg memperlihatkan, yield 2Y naik sedikit 0,4 basis poin ke 6,596%. Sedangkan tenor 5Y turun 1 basis poin di 6,719%. Tenor acuan 10Y juga hanya berubah sedikit di 6,924%.
Adapun tenor panjang seperti SUN 11Y dan 12Y, imbal hasilnya naik masing-masing 2,1 basis poin dan 1,9 basis poin, kini di 6,981% dan 6,933%.
Tekanan pelemahan yang dihadapi oleh rupiah pagi ini kemungkinan besar lebih karena faktor domestik. Sinyal kelesuan konsumsi masyarakat makin jelas dari data penjualan ritel terakhir yang dirilis kemarin.
Data terakhir kinerja perdagangan ritel yang dilansir oleh Bank Indonesia kemarin, menunjukkan, penjualan eceran pada Februari menjadi kinerja penjualan jelang musim perayaan yang terlesu sejak pandemi.
Penjualan ritel pada Februari hanya naik 0,8% month-on-month, sedikit menggeliat dibanding Januari yang terkontraksi 4,7%. Itu menjadi yang terendah jelang musim perayaan.
Sementara dalam hitungan tahunan, Indeks Penjualan Riil pada Februari bahkan terkontraksi hingga -0,5% year-on-year, setelah pada Januari naik tipis 0,5%.
Di sisi lain, laporan keuangan negara alias APBNKita yang sudah cukup lama dinanti oleh pelaku pasar, akan diumumkan pagi ini pukul 10.00 WIB.
Para investor akan mengantisipasi kondisi fiskal RI di bawah Presiden Prabowo Subianto yang ditengarai mengalami penurunan pendapatan cukup dalam di tengah belanja yang masih besar. Itu pada akhirnya diperkirakan akan membuat defisit fiskal menjadi melebar.
Sebelumnya, beberapa lembaga keuangan asing telah memberikan peringatan akan adanya risiko pelebaran defisit fiskal tersebut yang akan berdampak pada prospek surat utang negara.
Hasil survei Bloomberg terhadap 33 ekonom pada akhir Februari lalu, memperkirakan, defisit fiskal RI akan melebar menjadi 2,6% dari PDB pada kuartal ini.
Angkanya akan makin meningkat menjadi 2,9% pada kuartal II-2025. Baru pada separuh kedua tahun ini, defisit fiskal sedikit turun jadi 2,8% pada kuartal III-2025 dan sebesar 2,7% pada kuartal IV-2025.
(rui)