Logo Bloomberg Technoz

Pada 2024, produksi batu bara Indo Tambangraya Megah mencapai 20,2 juta ton, naik 20% secara anual. Penjualan batu bara ITMG ke pihak ketiga pada tahun lalu mencapai US$2,20 miliar (Rp36 triliun), turun 2,65% secara tahunan.

Adapun, penjualan batu bara ke pihak berelasi pada 2024 juta mengalami penurunan sebesar 23% secara anual, atau dari US$112,18 juta (Rp1,8 triliun) menjadi US$86,38 juta (Rp1,4 triliun).

Untuk 2025, perseroan menargetkan produksi batu bara di rentang 20,8 juta—21,9 juta ton, dengan target penjualan antara 26,3 juta—27,4 juta ton.

Industri batu bara dinilai bakal menjadi subsektor pertambangan yang paling tertekan jika pemerintah jadi mengeksekusi rencana kenaikan tarif royalti komoditas minerba pada tahun ini.

Vice President, Head of Marketing, Strategy and Planning at PT Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi mengatakan kenaikan tarif royalti komoditas minerba praktis bakal mendorong beban biaya operasional produsen tambang, khususnya batu bara dan nikel.

“Kenaikan terakhir pada PP No. 26/2022 dan jika kembali dinaikkan untuk batu bara kalori <4.200 kcal/kg menjadi 9% dan kalori 4.200—5.200 kcal/kg menjadi 11,5%, maka dapat menekan operasional,” tuturnya.

Sektor pertambangan batu bara, lanjutnya, menghadapi tahun yang berat pada 2025 setelah pemerintah mewajibkan ekspor komoditas tersebut mengacu pada harga batu bara acuan (HBA).

Tidak hanya itu, eksportir batu bara juga dihadapkan pada kebijakan wajib retensi devisa hasil ekspor sumber daya alam (DHE SDA) sebesar 100% selama 12 bulan. Kedua kebijakan tersebut berlaku bersamaan mulai 1 Maret 2025.

“Pada saat bersamaan, perusahaan batu bara juga makin tertekan di tengah koreksi harga komoditas. Kami memperkirakan stagnasi demand dari China dan India, hingga pengalihan energi baru terbarukan bakal mendorong penurunan harga [batu bara],” terang Oktavianus.

Kementerian ESDM akhir pekan lalu menyampaikan usulan penyesuaian tarif royalti komoditas minerba. Untuk batu bara, tarif royalti diusulkan naik 1% untuk HBA ≥ US$ 90 sampai tarif maksimum 13,5%.

Sementara itu, tarif royalti pemegang izin usaha pertambangan khusus (IUPK) 14%—28% dengan perubahan rentang tarif (Revisi PP No. 15/2022). Semula tarif progresif menyesuaikan HBA, sementara tarif PNBP IUPK sebesar 14%—28%.

(wdh)

No more pages