Dalam tahap awal, INA akan mengoperasikan sebanyak 20 armada yang akan didatangkan secara bertahap, yang terbagi 10 unit pesawat berbadan kecil [Airbus A321neo atau A321LR] dan 10 unit pesawat berbadan lebar [Airbus A350-900 dan Boeing 787-9].
Gerry justru mengkhawatirkan maskapai tersebut hanya akan memperpanjang janji semu maskapai yang sebelumnya juga ingin beroperasi di Indonesia, namun tak kunjung terwujud.
Dia mengatakan, INA, yang berfokus dalam rute penerbangan internasional sedianya tetap diwajibkan untuk berkomitmen membuka rute domestik jika ingin mendapat izin maskapai komersial berjadwal.
"Untuk terbang rute internasional, negara tujuan tidak akan memberikan approval jika maskapainya tidak ada ijin operasi dari negara asal, atau tidak punya track record, baik track record domestik atau track record kegiatan lainnya," tuturnya.
Selain itu, lanjut Gerry, penerbangan antarnegara juga harus memiliki kesepakatan bilateral antara negara asal dan tujuan yang mengendalikan kapasitas yang disepakati antara kedua negara.
Dia memandang INA mesti berdiri dan beroperasi dahulu di negara asalnya sebelum dapat masuk kualifikasi pengajuan kapasitas berdasarkan kesepakatan bilateral antarnegara.
"Ini biasa kok, negara-negara lain juga begitu, dan ini memakan waktu yang gak sebentar juga," ujar dia.
"Saya justru khawatir dengan rencana muluk-muluk maskapai tersebut."
Produksi Pesawat
Selain itu, Gerry juga memandang jika saat ini dunia dihadapi oleh keterbatasan produksi pesawat. Saat ini, produsen pesawat dunia hanya ada dua; Boeing dan Airbus.
Sekadara catatan, INA sebelumnya memastikan akan menggunakan 20 armada yang akan didatangkan secara bertahap, yang terbagi 10 unit pesawat berbadan kecil [Airbus A321neo atau A321LR] dan 10 unit pesawat berbadan lebar [Airbus A350-900 dan Boeing 787-9].
Namun, belum jelas INA akan menggunakan pesawat sendiri atau menyewa dari sejumlah perusahaan lain.
Hingga saat ini, kata Gerry, antrean pemesanan untuk A320neo family dan A350 family juga akan menjadi tantangan. Per Februari 2025, Airbus A320neo telah dipesan sebanyak 11.006 unit. Sebanyak 3.818 di antaranya sudah dikirimkan.
"Dengan kapasitas produksi 60 pesawat sebulan, ya, pesen sekarang ya deliver 10 tahun lagi, kecuali ambil dari pure leasing order dari leasing company," kata dia.
Sementara itu, untu Boeing A350 telah dipesan sebanyak 1.363 unit, dengan 645 di antaranya telah dikirimkan.
"Dengan kapasitas produksi 60 A350 setahun, ya nunggu 12 tahun, again, kecuali ambil dari pure leasing order via leasing company."
Pengisi Pasar
Dihubungi terpisah, Analis Independen Bisnis Penerbangan Gatot Rahardjo justru memandang kedatangan INA justru berharap mampu mengisi rute penerbangan baru yang belum terjamah oleh maskapai lama.
"Sebenarnya pasar penerbangan rute domestik maupun internasional di Indonesia itu masih terbuka lebar, karena pasar saat ini masih lebih kecil, belum menyamai pasar sebelum pandemi," ujar dia.
Gatot mengatakan, dalam rute penerbangan Internasional, INA sedianya tak hanya bersaing dengan Garuda saja, melainkan juga maskapai lain yang berada di seluruh belahan dunia.
"Pasar rute internasional masih terbuka lebar dan Garuda saat ini masih belum bisa melayani semua. Jadi harusnya bukan bersaing tapi sama-sama mengisi pasar yang masih kosong," kata dia.
"Kalau INA mau bersaing, mereka harus kuat di modal dan operasional serta harus jeli membaca pasar, karena persaingannya akan jangka panjang."
(ain)