Bloomberg Technoz, Jakarta - Rupiah dibuka melemah dalam perdagangan hari ini, di tengah ketidakpastian pasar global yang masih besar serta ketiadaan katalis positif dari perekonomian domestik.
Rupiah spot dibuka melemah 0,21% di level Rp16.440/US$ dan selanjutnya makin merosot menyentuh Rp16.453/US$.
Pelemahan rupiah terjadi ketika indeks dolar AS kembali merangkak naik di kisaran 103,5 di kala kegelisahan pasar masih kuat menyusul perkembangan yang terjadi di Negeri Paman Sam.
Inkonsistensi kebijakan tarif Presiden Donald Trump, ancaman inflasi yang masih besar hingga berdampak pada ketidakjelasan prospek kebijakan bunga acuan Federal Reserve, membuat sentimen risk-off masih melanda pasar global.
Pelemahan rupiah tak sendirian pagi ini. Rupiah melemah kedua terbesar di Asia setelah ringgit yang melemah terdalam hingga 0,27% pagi ini.
Di belakang rupiah, ada peso yang tergerus 0,20%, lalu yen 0,07% bersama dolar Singapura. Dolar Taiwan turun sedikit 0,05% dan dolar Hong kong 0,01%.
Sementara won Korea masih menguat 0,20%, bersama baht 0,16%, yuan Tiongkok 0,06% dan yuan offshore 0,04%.

Secara teknikal nilai rupiah telah menembus level support terdekat di Rp16.450/US$. Ada support hingga Rp16.480/US$ dan level Rp16.500/US$ sebagai level support terkuat rupiah.
Sementara trendline terdekat pada time frame daily menjadi resistance psikologis paling potensial pada level Rp16.350/US$ di trendline channel-nya. Kemudian, target penguatan optimis lanjutan untuk dapat kembali menguat ke level Rp16.300/US$.
Selama rupiah bertengger di atas Rp16.500/US$ usai tertekan, dalam sepekan perdagangan, maka masih ada potensi untuk lanjut melemah hingga Rp16.550/US$.
Sebaliknya apabila terjadi penguatan hingga Rp16.300/US$ dalam tren jangka menengah (Mid-term), maka rupiah berpotensi terus menguat hingga Rp16.100/US$.
Tidak ada katalis
Dari dalam negeri, rupiah juga tidak memiliki daya ungkit yang dapat menjadi katalis penguatan. Keyakinan konsumen pada Februari jatuh ke level terendah tiga bulan diperberat oleh optimisme yang pupus dari konsumen di Indonesia memandang kondisi ekonomi ke depan.
Penghasilan diperkirakan akan semakin turun, ditambah kesulitan mencari pekerjaan di tengah gelombang PHK yang masih besar. Optimisme terkait dunia usaha pun ikut menyusut.
Hari ini, Bank Indonesia akan merilis hasil Survei Penjualan Eceran. yang mungkin akan memberi petunjuk sejauh mana kelesuan konsumsi masyarakat, setelah pada bulan lalu terjadi deflasi yang langka bahkan ketika siklus konsumsi musiman biasanya meningkat.
Kegelisahan pasar menunggu transparansi kondisi keuangan, melalui rilis data APBNKita, juga masih kuat. Dalam lelang sukuk negara (SBSN) kemarin, Pemerintah RI kembali mengirim sinyal kebutuhan mendesak pengelola negara akan dana segar dari penerbitan surat utang. Nilai penjualan sukuk dalam lelang kemarin melampaui target indikatifnya, yaitu hingga sebesar Rp12 triliun.
Pasar juga akan menyoroti berbagai kebijakan populis Presiden Prabowo yang dinilai bisa membuat defisit fiskal menjadi lebih lebar di tengah tren penerimaan yang lesu, akibat penurunan aktivitas ekonomi, normalisasi harga komoditas sampai ketiadaan rencana konkret memperluas basis pajak.
(rui)