Dari total anggaran iklan, Bank BJB kabarnya telah menggelontorkan dana Rp341 miliar kepada enam perusahaan agensi yang berperan sebagai perantara antara BUMD tersebut dengan perusahaan media massa. Penunjukkan terhadap enam agensi ini pun kemudian menjadi masalah.
Pada audit BPK, Bank BJB dan agensi diduga tak melakukan sistem yang transparan sehingga menjadi celah terjadinya penggelembungan anggaran iklan. Hal ini terungkap usai BPK melakukan konfirmasi kepada sejumlah media massa untuk memastikan nilai iklan yang disepakati.
Salah satunya, khusus kepada media TV, BJB tercatat telah menggelontorkan dana hingga Rp41,06 miliar; akan tetapi hanya Rp37,93 miliar yang terkonfirmasi. Dari jumlah tersebut, berdasarkan pemeriksaan BPK, para perusahaan media massa TV sebenarnya hanya menerima iklan dengan total Rp9,79 miliar.
Sehingga, setidaknya hanya untuk iklan di media massa TV saja, BPK sudah menemukan beda antara nilai riil kontrak iklan dengan anggaran yang digelontorkan mencapai Rp28,2 miliar.
KPK hingga saat ini belum mau memberikan informasi lebih detil tentang kasus ini. Mereka pun masih enggan membeberkan daftar tersangka dalam kasus yang bisa saja merugikan negara hingga ratusan miliar tersebut.
Termasuk, alasan penyidik melakukan penggeledahan di rumah Ridwan Kamil. Apakah memang ada dugaan aliran uang mark up iklan tersebut yang diketahui oleh Ridwan Kamil karena menjadi gubernur atau pemegang saham terbesar Bank BJB pada saat kasus tersebut berlangsung.
"Namun untuk rilis resminya baru akan disampaikan saat kegiatan sudah selesai semua," ujar Tessa.
KPK sendiri kabarnya telah menaikkan status penyidikan terhadap kasus dugaan korupsi dana iklan Bank BJB pada September 2024. Pimpinan KPK kemudian mengeluarkan surat perintah penyidikan terhadap lima orang tersangka tersebut pada 27 Februari lalu.
(azr/frg)