Preseden krisis sektor real estat di China dan Vietnam menjadi pelajaran bahwa investor akan fokus pada risiko masalah serupa yang muncul di Indonesia, ekonomi terbesar di Asia Tenggara.
Restrukturisasi utang Wijaya Karya baru-baru ini “dapat mendorong bank-bank besar Indonesia untuk meningkatkan ketentuan untuk pinjaman industri bangunan yang makin memburuk,” tulis analis Bloomberg Intelligence Rena Kwok dan Sheenu Gupta dalam sebuah laporan.
Empat perusahaan konstruksi terbesar di Indonesia, termasuk Waskita dan Wijaya Karya, telah mencatatkan pembengkakan bebaan utang sejak Jokowi menjabat pada 2014. Jumlah utang BUMN karya mencapai sekitar Rp130 triliun (US$9 miliar) pada akhir kuartal I-202
Permintaan Wijaya Karya berlaku untuk pinjaman bank yang dimiliki oleh perusahaan induk dan perusahaan tidak memiliki rencana untuk meminta penundaan pembayaran dari pemegang obligasi, kata sekretaris perusahaan Mahendra Vijaya melalui telepon.
Langkah ini mengikuti rekor kerugian kuartal pertama yang dilaporkan oleh perusahaan awal bulan ini.
"Kami sedang mencari penghentian pembayaran pokok dan bunga kepada bank kami. Penghentian itu adalah bagian dari rencana kami untuk meningkatkan dan merestrukturisasi posisi keuangan kami,” kata Mahendra.
Pinjaman oleh bank dan perusahaan pembiayaan milik negara kepada Wijaya Karya mencapai Rp12,6 triliun per Maret, menurut laporan triwulanan perusahaan. Adapun, PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) adalah pemberi pinjaman terbesar, dengan nilai Rp3,9 triliun.
Saham Wijaya Karya turun sebanyak 3,2% pada Rabu (17/5/2023) pagi di Jakarta ke level intraday terendah sejak akhir 2021. Perusahaan melaporkan rugi bersih Rp521 miliar untuk kuartal pertama dan kepemilikan kas dan setara turun menjadi Rp2,2 triliun pada Maret, merosot 61% dari kuartal sebelumnya.
(bbn)