Bloomberg Technoz, Jakarta - Keputusan Presiden China Xi Jinping untuk mencabut pembatasan perjalanan ke luar negeri berpotensi membuat arus modal keluar dari dalam negeri dalam jumlah yang tidak sedikit.
Mengutip Bloomberg News pada Kamis (26/1/2023), sejak berakhirnya kebijakan Zero-COVID pada Desember 2022, banyak orang kaya China yang bepergian ke luar negeri untuk mencari aset properti. Ini dilakukan sebelum nantinya mereka benar-benar meninggalkan China dan memboyong seluruh asetnya ke negara pilihannya.
Selama dua tahun terakhir, tindakan keras Xi untuk menanggulangi COVID-19 membuat pelaku industri, khususnya pelaku industri teknologi, real estat, dan pendidikan tiarap. Selain itu, dia juga memperketat kontrol pada raksasa teknologi dan orang kaya atas nama kemakmuran bersama dan mengatasi kesenjangan sosial.
Padahal, selama ini orang-orang kaya di China boleh dikatakan nyaris tidak "disentuh" oleh Pemerintah China selagi tidak mengkritik atau mempertanyakan supremasi Partai Komunis. Membuat mereka dengan mudah mengumpulkan kekayaan dari tahun ke tahun.
Firma hukum imigrasi Kanada, Sobirovs melihat peningkatan jumlah klien asal China yang ingin bermigrasi dari tanah kelahirannya. Mereka ingin pindah secepat mungkin ke tempat yang jauh lebih kondusif bagi mereka untuk menjalankan usahanya, seperti negara-negara di Amerika Utara.
"Menurut saya, dalam enam bulan terakhir ini orang-orang benar-benar muak. Jadi kami melihat lonjakan pemesanan konsultasi. Sekarang klien kami dari China ingin segera meninggalkan negaranya," kata Feruza Djamalova, seorang pengacara senior di Sobirovs.
Menurut survei Hurun Report Research Institute belum lama ini, sekitar 32 persen dari 750 orang kaya China, yakni dengan aset rata-rata US$5,8 juta per keluarga, mengatakan mereka mempertimbangkan untuk meninggalkan negaranya tahun ini.
Angka tersebut naik dari hanya 14 persen pada tahun lalu. Lebih lanjut, ada 6 persen responden mengatakan mereka telah mengajukan permohonan visa asing.
Selain mengancam pasar keuangannya lewat keluarnya arus modal, fenomena tersebut juga memunculkan masalah baru, yakni brain drain. Perginya orang-orang pintar dan terdidik demi mencari upah atau kondisi kerja yang lebih baik sehingga China kehilangan orang-orang atau "otak" terampil.
(bbn)