Lalu, peso juga melemah 0,25%, dolar Taiwan 0,13%, ringgit 0,12% juga yuan offshore 0,11% serta yuan Tiongkok 0,07%. Won juga melemah bersama dolar Singapura, dolar Hong Kong serta rupee.
Dengan kata lain, mata uang emerging Asia semua melemah. Hanya yen Jepang, mata uang negara maju di Asia, yang menguat pagi ini sebesar 0,44%.
Indeks dolar AS pagi ini ini melanjutkan pelemahan di kisaran 103,7, setelah pekan lalu mencetak kinerja terburuk sejak 2022 dengan pelemahan hingga 3,51%.
Pelemahan tipis rupiah pagi ini berlangsung ketika pasar saham domestik kembali terseret zona merah. IHSG dibuka turun 0,26% dan makin merosot hingga ke level 6.596, mencerminkan pelemahan 0,59% dibanding posisi pekan lalu.
Sementara di pasar surat utang, pergerakan yield Surat Utang Negara bergerak variatif. Yield SUN 2Y masih turun 3,6 basis poin ke level 6,528%. Sedangkan tenor 5Y naik 1 basis poin ke 6,678%. Tenor acuan 10Y pagi ini naik tipis 0,7 basis poin di 6,875%.
Secara teknikal, rupiah memiliki level support psikologis potensial di level Rp16.310/US$. Kemudian, target pelemahan lanjutan untuk kembali ke level Rp16.350/US$.
Mencermati tren perdagangan sepekan ke depan, bila rupiah berhasil bertengger di atas Rp16.200/US$ usai keberhasilan menguat, maka masih ada potensi untuk lanjut menguat hingga Rp16.100/US$.
Sebaliknya apabila terjadi pelemahan di Rp16.350/US$ dalam tren jangka menengah (Mid-term), maka rupiah berpotensi terus melemah dan uji support hingga Rp16.400/US$.
Prospek ekonomi
Pasar global pada awal pekan ini diliputi kekhawatiran akan prospek ekonomi dunia ke depan.
Dari Amerika Serikat, Presiden Donald Trump mengatakan, perekonomian saat ini menghadapi periode 'transisi' ketika ia terus berfokus pada pemberlakuan tarif dan PHK pekerja federal.
Sementara dari China, data deflasi membuat para investor mengkhawatirkan pemulihan ekonomi terbesar kedua di dunia itu, tak jua memperlihatkan kemajuan.
JPMorgan Chase & Co., menyarankan para investor untuk mulai menjual dolar AS di harga lebih lemah (short) menyusul perubahan kebijakan fiskal yang substansial Jerman terkait sektor pertahanan mereka, juga karena erosi perekonomian AS yang berlanjut.
Itu adalah posisi short dolar AS JPMorgan kali pertama dalam lebih dari setahun terakhir.
"Pekan ini menandai pergeseran rezim di pasar valuta, begitu juga rezim dalam portfolio kami. Kami kini merekomendasikan investor untuk melakukan short [outright-short] dolar AS, dari tadinya menetralkan posisi long pekan lalu," kata tim ahli strategi JPMorgan yang dipimpin oleh Meera Chandan dalam catatannya hari Jumat, dilansir dari Bloomberg News.
Para analis menyoroti perkembangan ekonomi AS. "[Mungkin] terlalu dini untuk menyebutkan resesi, tetapi keistimewaan AS yang menurun seharusnya tidak perlu diragukan lagi. Perubahan haluan dalam kebijakan fiskal Jerman adalah 'game changer' dan membuka prospek Eropa mengejar pertumbuhan AS untuk pertama kali dalam beberapa tahun ini," jelas para ahli strategi JPMorgan.
(rui)