Bloomberg Technoz, Jakarta - Serbuan eceng gondok yang meluas di Bendungan Walahar, Karawang, Jawa Barat, menjadi tantangan tersendiri bagi warga sekitar. Tanaman gulma ini menyebabkan penyumbatan aliran air dan berdampak pada ekosistem serta perekonomian lokal. Namun, bagi Enjang Ramdani, atau yang akrab disapa Ubed, kondisi ini justru menjadi peluang untuk berinovasi.
“Limbah eceng gondok dan sampah yang menumpuk setiap musim hujan memenuhi permukaan danau. Sangat mengganggu pemandangan dan aliran air,” ujar Ubed.
Bersama kelompok Walahar Eco Green, Ubed mencari cara untuk mengatasi permasalahan ini sekaligus membangun ekonomi masyarakat sekitar Danau Cinta. “Setelah berdiskusi, kami melihat ada potensi strategis di daerah Walahar ini melalui daya tarik pariwisata heritage bendungan, Citarum, dan kuliner lokal,” jelasnya.
Perjalanan mereka dimulai sejak 2020 dengan dukungan dari Pertamina. Dengan berbagai pelatihan dan program pemberdayaan, perlahan mereka mengubah kondisi lingkungan dan ekonomi warga. Pada 2021, Ubed dan timnya mulai merevitalisasi kawasan wisata, mengubah Danau Kalimati menjadi Danau Cinta, serta membangun ekosistem berkelanjutan yang mencakup aspek konservasi lingkungan, ekonomi, dan sosial.
“Bersama Pertamina lewat program Desa Energi Berdikari, kami memasang pembangkit listrik tenaga surya kapasitas 2,2 kWp. Sehingga kami bisa menyediakan sumber listrik hemat biaya untuk operasional ekowisata Danau Cinta. Workshop, galeri UMKM, restoran & cafe ditenagai listrik dari PLTS,” ungkap Ubed.
Inovasi mereka terus berkembang. Mereka mengembangkan wisata resto apung dan menerapkan teknologi hybrid ecodry untuk mengolah eceng gondok menjadi bahan baku souvenir. Selain memanfaatkan energi surya, mereka juga mengembangkan energi biomassa dengan mengonversi limbah eceng gondok menjadi gas.
Kini, upaya mereka mulai membuahkan hasil. Danau Cinta telah menjadi destinasi wisata unggulan di Walahar dan diproyeksikan sebagai pusat pembelajaran serta pemberdayaan masyarakat.
“Ini merupakan kesempatan yang sangat baik. Artinya, kami harus meng-upgrade dan meng-update kemampuan yang kami miliki untuk terus mengembangkan Desa Energi Berdikari. Setidaknya ada perawatan yang harus dilakukan agar peralatan dan perlengkapan tersebut tetap berfungsi dengan baik. Salah satunya dengan mengikuti sertifikasi ketenagalistrikan,” tutur Ubed.

Sebanyak 22 local heroes dari 12 provinsi di Indonesia mengikuti program sertifikasi yang didukung oleh Pertamina.
“Kami mengikuti pelatihan intensif yang mencakup materi regulasi kelistrikan, pelatihan teknik instalasi, serta praktik langsung pemeliharaan listrik. Untuk memastikan kompetensi mereka, peserta menjalani serangkaian ujian yang meliputi tes tulis, praktik, dan lisan sesuai standar nasional,” jelas Ubed.
VP Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menegaskan bahwa program Desa Energi Berdikari (DEB) merupakan bagian dari komitmen Pertamina dalam Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL). Program ini bertujuan memanfaatkan potensi desa agar lebih produktif dan mendorong transisi energi ramah lingkungan.
"Local Hero memberdayakan pemuda setempat untuk menjadi pendamping kegiatan DEB. Kami berupaya mendorong peningkatan wawasan dan skill para pemuda seperti Ubed, untuk bisa menjadi manfaat bagi masyarakat," jelas Fadjar.
Ubed dan komunitasnya menjadi bukti nyata bahwa kerja keras dan kolaborasi dapat mengubah tantangan menjadi peluang. Dengan inovasi dan keberlanjutan, mereka berhasil menyulap sampah menjadi berkah.
(tim)