Gulat mengatakan asosiasi sudah berkali-kali menyurati KLHK terkait dengan simpang–siur masalah perkebunan sawit rakyat di kawasan hutan lindung. Namun, hingga saat ini belum ada respons positif dari kementerian tersebut.
“Mereka [KLHK] menganggap hutan itu tidak boleh berkurang sejengkal pun. Sekalipun di atas kertas. Padahal, program PSR itu untuk lahan existing [bukan menambah baru atau perluasan]. Dalam UU Cipta Kerja itu jelas, bahwa sawit yang tertanam sebelum 2020 dengan luas lahan 5 ha ke bawah dan dikuasai 5 tahun berturut-turut itu dapat HPL [hak pengelolaan atas tanah]. Itu cocok dengan program replanting,” jelasnya.
Pengajuan Replanting Ditolak
Dia mengungkapkan, akibat masalah tersebut, sampai dengan saat ini sebanyak 84% petani sawit gagal dalam pengajuan program peremajaan karena lahannya dinilai berada di kawasan hutan lindung. Alih-alih, sebutnya, mereka justru dikenai denda yang tidak sanggup dibayarkan.
“Kalau diberi denda seperti sekarang ini, belum tentu petani sawit bisa bayar. Untuk makan saja susah dengan kondisi harga TBS [tandan buah segar] hanya Rp1.600. Jadi, menurut saya, untuk petani sawit yang lahannya existing, keluarkan dari [kriteria] kawasan hutan. Tanpa syarat.”
Untuk diketahui, pemerintah akan membentuk gugus tugas khusus untuk menangani implementasi program PSR yang realisasinya masih jauh di bawah harapan. Melalui tim baru tersebut, pemerintah menargetkan 200.000 ha lahan sawit di 8 provinsi dapat diremajakan pada tahun ini.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan volume produksi kelapa sawit di Indonesia kian lama kian menyusut. Untuk itu, peremajaan atau replanting perkebunan komoditas tersebut menjadi hal yang mendesak, sesuai titah Presiden Joko Widodo.
“Ada 8 provinsi yang akan kami kerjakan. Tentunya, kami berharap kepada jajaran di daerah agar [program PSR] ini bisa berjalan dengan cepat dan baik. Tahun ini targetnya 180.000 ha, tetapi kami coba naikkan menjadi 200.000 ha. Itu tidak mudah, tetapi kami coba untuk meningkatkan target tersebut,” ujarnya, Selasa (16/5/2023).
Kementan sebelumnya melaporkan terdapat sekitar 2,8 juta ha dari total 6,94 juta ha perkebunan kelapa sawit milik rakyat yang seharusnya diremajakan atau dilakukan penanaman kembali melalui program PSR. Namun, sepanjang 2017—2022, realisasi PSR baru seluas 278.200 ha atau 9,93% dari target.
(wdh)