Logo Bloomberg Technoz

Nikel Kian Terpelanting, Industri Smelter RKEF Berisiko Tumbang

Redaksi
06 March 2025 14:20

Pabrik pengelohan feronikel di Pulau Obi, Maluku milik Harita Nickel. (Dok Dimas Ardian/Bloomberg)
Pabrik pengelohan feronikel di Pulau Obi, Maluku milik Harita Nickel. (Dok Dimas Ardian/Bloomberg)

Bloomberg Technoz, Jakarta – Industri smelter nikel, khususnya jenis pirometalurgi, di Indonesia dinilai berisiko gulung tikar jika kondisi permintaan dan harga tidak kunjung membaik. Terlebih, pemain di sektor ini dianggap sudah terlalu jenuh atau saturated.

Peneliti Center for Strategic and International Studies (CSIS) Muhammad Habib mengatakan gelombang penutupan smelter nikel di Tanah Air sangat mungkin terjadi, karena industri ini sangat tergantung pada permintaan global.

“Kalau misalnya global demand-nya sudah mulai saturated, mau tidak mau smelter ini terpaksa harus tutup atau misalnya pivot ke lini bisnis yang lain untuk mempertahankan operasinya,” ujarnya, Kamis (6/3/2025).

Kondisi tersebut diperparah dengan tekanan harga nikel yang terus turun dalam beberapa tahun terakhir. Akibat harga yang terpelanting, kata Habib produksi di industri pengolahan terpaksa harus dibatasi. 

Penurunan harga nikel sejak 2022./dok. Bloomberg

Harga nikel anjlok ke level terendah sejak mencapai rekor tertingginya pada 2020. Per Rabu  (5/3/2025), nikel di London Metal Exchange (LME) dilego di harga US$15.901/ton, turun 0,51% dari hari sebelumnya.