“Kami dapat mengonfirmasi, PT GNI itu tidak tutup. Proses masih berjalan dan ekspor masih jalan. Memang kalau ditanya utilisasi [smelter], memang agak turun ya karena ada pergantian manajemen yang berimplikasi pada seleksi bahan baku,” terangnya.
Sejak pergantian manajemen pada awal tahun tersebut, kata Setia, PT GNI memang melakukan penyesuaian produksi menjadi 30%—40% dari kapasitas terpasang smelter mereka, atau dari 25 lini produksi menjadi hanya 12 lini yang terpakai.
Dia juga membantah kabar bahwa PT GNI menunda pembayaran ke pemasok bijih nikelnya akibat masalah keuangan, sehingga perusahaan tersebut mengalami gangguan produksi.
“Sebenarnya bukan menunda ya. Akan tetapi, isunya memang manajemen lama dan manajemen baru ini berbeda opini terhadap [pemilihan pemasok] raw material ini.”
Manajemen lama PT GNI, sebut Setia, sudah berkontrak dengan pemasok bijh nikel. Akan tetapi, bijih tersebut tidak sesuai dengan kriteria yang diinginkan oleh manajemen yang baru.
“Jadi tidak ada penundaan pembayaran. Penundaan pembayaran itu karena kontrak yang lama begitu,” tuturnya.
Berbagai narasumber Bloomberg sebelumnya menyebut PT GNI telah menunda pembayaran pada pemasok sehingga tidak dapat memperoleh bijih nikel untuk diolah smelter-nya. Jika situasi berlanjut, menurut sumber-sumber tersebut, perusahaan kemungkinan akan segera menghentikan produksinya.
Gunbuster, yang mampu mengolah 1,8 juta ton bijih kasar nikel per tahun, disebut telah menutup semua kecuali beberapa dari lebih dari 20 jalur produksinya sejak awal tahun, kata para sumber itu.
Selain akibat tekanan harga nikel yang terus turun, bisnis PT GNI dikabarkan terimbas oleh kejatuhan induk usahanya di China, Jiangsu Delong, akibat gagal bayar utang.
Tak hanya PT GNI, Jiangsu Delong juga menjadi investor di balik proyek hilirisasi nikel di Indonesia yang dikelola PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dan PT Obsidian Stainless Steel (OSS) di Konawe dan Sulawesi Tenggara.
Kemenko Perekonomian sebelumnya melaporkan OSS, VDNI, dan GNI secara kumulatif telah menggelontorkan investasi senilai US$8 miliar, dengan penyerapan tenaga kerja lebih kurang 27.000 orang.
-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi
(wdh)
































