Pamor pasar obligasi negara memang tengah di atas angin. Tidak mengherankan bila tawaran yield yang masuk juga lebih rendah dan menggiring penurunan borrowing cost dari sisi pemerintah selaku penerbit surat utang.
Deni Ridwan, Direktur Surat Utang Negara Kementerian Keuangan RI, menjelaskan, rata-rata yield tertimbang (weighted average yield/WAY) dalam lelang SUN hari ini tercatat turun signifikan antara 13 bps-29 bps dibandingkan level WAY dalam lelang sebelumnya. Penurunan terbesar terjadi pada seri SUN tenor 5 tahun yang mencapai 29 bps.
Seri FR0095 yang jatuh tempo pada 2028, menarik minat investor hingga Rp13,45 triliun dengan yield tertinggi masuk sebesar 6,29%. Pemerintah hanya menyerap Rp2,3 triliun dengan yield rata-rata 6,046%.
Minat asing melonjak
Dalam lelang SUN hari ini, minat pemodal asing juga masih tinggi dengan mencatat incoming bids hingga Rp14,1 triliun, naik 46% dibanding lelang sebelumnya. Para pemodal nonresiden banyak meminati seri SUN tenor 15 tahun dengan nilai penawaran masuk mencapai Rp6 triliun.
Yield FR0098 yang dimenangkan rata-rata sebesar 6,62%, jauh lebih rendah dibandingkan lelang sebelumnya di mana yield rata-rata dimenangkan berada di 6,89%.
Tingginya minat asing dalam lelang di pasar perdana itu mengimbangi aksi jual investor nonresiden yang sempat berlangsung pekan lalu. Nilai kepemilikan asing di SBN per 12 Mei sebesar Rp827,35 triliun, turun dari level tertinggi sepanjang tahun ini pada 9 Mei lalu sebesar Rp831,54 triliun.
Menurut Deni, kondisi pasar surat utang global saat ini cenderung stabil dan itu mempengaruhi minat investor pada aset-aset pasar negara berkembang termasuk Indonesia.
"Rilis data inflasi AS April lalu cenderung turun sehingga menaikkan ekspektasi investor bahwa Federal Reserve [bank sentral AS] akan mulai dovish pada akhir kuartal III-2023. Itulah yang mendorong peningkatan minat investor pada lelang SUN hari ini, tertinggi sejak lelang SUN 31 Januari," jelas Deni pada Bloomberg Technoz, Selasa sore (16/5/2023).
Di sisi lain, sentimen dari data ekonomi dalam negeri masih cukup memberi keyakinan bagi pemodal asing terhadap outlook ekonomi RI. Data terakhir neraca perdagangan RI pada April mencetak surplus US$3,94 miliar, lebih tinggi dari Maret dan ekspektasi pasar.
Namun, perlu digarisbawahi bahwa surplus neraca dagang tersebut bila dibedah lebih jauh membunyikan alarm tentang perlambatan ekonomi domestik. Kinerja ekspor RI pada April anjlok 29,4%, sedangkan impor terpental jatuh 22,32% memberi peringatan bahwa aktivitas industri dalam negeri sedang menghadapi tantangan. Pasalnya, mayoritas impor adalah bahan baku dan penolong yang pangsanya mencapai 74,53% dari total impor selama Januari-April 2023, kebanyakan digunakan untuk keperluan produksi dalam negeri.
(rui)