Kendati demikian, kisaran defisit dan utang 2029 memang masih di bawah batas yang ditetapkan yakni masing-masing 3% dan 60% dari PDB. Hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, Serta Jumlah Kumulatif Pinjaman Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Kisaran defisit pada 2029 dihasilkan melalui peningkatan sasaran belanja yang lebih tinggi dibandingkan pendapatan negara.
Sebagai gambaran, pemerintah menargetkan pendapatan negara dalam kisaran 13,75%-18% terhadap PDB pada 2029. Angka itu meningkat dibandingkan dengan realisasi 12,82% pada APBN 2024 dan target 12,36% terhadap PDB pada APBN 2025.
Pendapatan negara ditopang oleh dua hal. Pertama, penerimaan perpajakan yang ditargetkan 11,52%-15% terhadap PDB pada 2029. Angka ini meningkat dibandingkan realisasi 10,07% pada APBN 2024 dan target 10,24% pada APBN 2025.
Kedua, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang ditargetkan 2,21%-2,99% terhadap PDB pada 2029. Angka ini turun dibandingkan realisasi 2,61% pada APBN 2024, tetapi naik dari target 2,11% pada APBN 2025.
Selanjutnya, belanja negara ditargetkan dalam rentang 16,2%-20,5% terhadap PDB pada 2029. Angka ini meningkat dibandingkan realisasi 15,11% pada APBN 2024 dan target 14,89% pada APBN 2025.
Belanja negara ini terdiri dari dua hal. Pertama, belanja pemerintah pusat pada kisaran 11,79%-15,01% terhadap PDB pada 2029. Angka ini meningkat dibandingkan realisasi 11,13% pada APBN 2024 dan target 11,11% pada APBN 2025.
Kedua, transfer ke daerah dalam kisaran 4,41%-5,49% terhadap PDB pada 2029. Angka ini meningkat dibandingkan realisasi 3,89% pada APBN 2024 dan target 3,78% pada APBN 2025.
"Kebijakan fiskal jangka menengah 2025-2029 diarahkan pada upaya untuk mengakselerasi reformasi struktural sebagai kunci bagi percepatan transformasi menuju Indonesia Emas 2045," sebagaimana dikutip melalui beleid tersebut, dikutip Rabu (5/3/2025).
Dalam beleid tersebut dijelaskan peningkatan pendapatan negara dicapai melalui optimalisasi pendapatan negara baik dari sisi penerimaan perpajakan maupun PNBP. Dari sisi perpajakan, arah kebijakan berfokus pada implementasi Coretax secara menyeluruh; reformasi pajak yang lebih progresif; penegakan hukum untuk peningkatan kepatuhan wajib pajak; simplifikasi proses bisnis dan pembenahan tata kelola kelembagaan; insentifikasi kebijakan dan ekstensifikasi objek cukai, peningkatan tarif cukau hasil tembakau secara bertahap, simplifikasi struktur tarif cukai hasil tembakau serta perbaikan tata kelola cukai hasil tembakau untuk peningkatan kesehatan masyarakat dan penerimaan negara; serta penajaman insentif pajak tepat sasaran.
Dari sisi PNBP, arah kebijakan berfokus pada reformasi pengelolaan PNBP sumebr daya alam, optimalisasii dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN), pemanfaatan aset barang milik negara dan peningatan sinergi antar-instansi pemerintah serta inovasi layanan berbasis pemanfaatan teknologi dan informasi.
Optimalisasi belanja negara dilakukan melalui peningkatan kualitas belanja negara melalui penguatan jenis belanja produktif dan bersifat countercyclical untuk percepatan investasi publik.
Dalam rangka mewujudkan kebliakan fiskal produktif, belanja negara diarahkan pada infrastruktur, pendidikan dan kesehatan, serta riset dan inovasi untuk menyiapkan lndonesia dalam menghadapi tantangan industri masa depan.
"Kebijakan belanja negara juga diarahkan untuk bersifat afirmatif dengan cara memberikan perhatian khusus dalam rangka mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi," dikutip melalui beleid tersebut.
Sasaran Fiskal 2029 dalam RPJMN 2025-2029 (terhadap PDB) :
1. Pendapatan Negara: 13,75-18%
- Penerimaan perpajakan: 11,52%-15%
- PNBP: 2,21%-2,99%
2. Belanja negara: 16,2%-20,5%
- Belanja pemerintah pusat: 11,79%-15,01%
- Transfer ke daerah: 4,41%-5,49%
3. Keseimbangan primer: (0,15%)-(0,2%)
4. Defisit: 2,45%-2,5%
5. Stok utang pemerintah: 39,01%-39,10%
6. Pembiayaan Investasi: (0,5%)-(1%)
(lav)