Arief mengatakan program tersebut mencakup pemberian telur ayam 1 pak dan 1 ekor daging ayam karkas melalui holding BUMN pangan, ID FOOD. Program tersebut akan berjalan selama 3 bulan, mulai April sampai Juni 2023.
Program pemerintah ini, menurutnya, menjadi semacam closed loop yang terintegrasi dari hulu, tengah, hingga hilir.
Di tingkat hulu, program tersebut melibatkan peternak mandiri sebagai pemasok produk. Di lini tengah, menyiapkan ID FOOD sebagai stand by buyer dengan harga yang baik untuk jaga stabilitas harga di peternak.
Adapun, di tingkat hilir, produk dari peternak mandiri didistribusikan kepada masyarakat yang berisiko stunting sesuai data berdasarkan nama dan alamat dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).
Dalam hal pemantauan harga telur, Bapanas melalui aplikasi Panel Harga Pangan dengan enumerator yang tersebar di 514 kabupaten/kota terus melakukan pemantauan pergerakan harga telur di seluruh provinsi dan kabupaten/kota setiap hari.
“Kami pantau terus pergerakan harganya setiap hari. Apabila ada indikasi kenaikan harga –baik di tingkat produsen maupun konsumen– kami lakukan intervensi. Seperti saat harga di tingkat produsen jatuh, kami langsung minta BUMN pangan serap dengan harga yang baik untuk kebutuhan bantuan pangan atau cadangan pangan pemerintah [CPP],” terangnya.
Apabila terjadi kenaikan harga di tingkat produsen, lanjut Arief, Bapanas akan mengecek apakah letak masalahnya menyangkut harga pakan yang tinggi.
“Kami upayakan untuk fasilitasi pendistribusian pangan komoditas jagung dari sentra produksi ke titik yang membutuhkan pasokan jagung untuk stabilkan harga pakan,” lanjutnya.
Di sisi lain, Bapanas juga terus melakukan fasilitasi distribusi jagung dari gabungan kelompok tani (gapoktan) di sentra produksi seperti Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Sulawesi Selatan ke peternak di Pulau Jawa, seperti Blitar, Kendal, Solo Raya, dan Lampung.
Sampai dengan saat ini,, instansi tersebut telah melakukan fasilitasi distribusi jagung sebanyak 4,4 juta kg.
Puncak Kenaikan Harga
Ketua Asosiasi Paguyuban Peternak Rakyat Nasional (PPRN) Blitar Rofi Yasifun mengatakan kenaikan harga telur disebabkan permintaan yang naik.
“Harga telur naik ini karena demand naik, orang hajatan ramai, hidup kembali normal setelah libur panjang. Setelah Idulfitri selalu kami data, pada tahun-tahun sebelumnya puncak kenaikan harga biasanya di H+21 sampai H+27 Lebaran, dan tahun ini juga sama ada kenaikan, dan puncak harga saat ini sudah berlalu dan akan turun landai mulai Sabtu [13/5/2023]. Hari ini on farm [di tingkat peternak] telur di harga Rp26.000/kg,” ujarnya
Dia berpendapat harga tersebut masih wajar lantaran biaya produksi saat ini lebih tinggi dari sebelumnya. Walhasil, dia menilai harga telur di tingkat konsumen yang relatif tinggi adalah konsekuensi yang lumrah.
“Sekarang biaya produksi juga sudah berbeda menjadi tinggi, sehingga harga telur di konsumen sekitar Rp29.000/kg sampai dengan Rp30.000/kg adalah wajar,” ujarnya.
Dia menilai langkah pemerintah dalam menstabilkan harga cukup efektif, termasuk melalui program bantuan telur dan daging ayam. Terlebih, program tersebut melibatkan peran peternak mandiri sebagai penyedia telur kategori premium.
“Ini bisa membantu meningkatkan demand telur dan daging ayam, sehingga harga akan ada margin dan peternak bisa berproduksi dengan baik, karena harga sering di bawah HPP [harga pokok produksi] di kandang selama ini, apalagi saat pandemi, kami banyak yang gulung tikar,” ungkapnya.
(rez/wdh)