Berdasarkan data Infovesta Utama, Bahana TCW Investment saat ini tercatat sebagai MI dengan nilai dana kelolaan terbesar yaitu sebanyak Rp40,2 triliun per 28 April lalu.
Akan tetapi, posisi itu mengindikasikan posisi AUM yang lebih rendah dibandingkan akhir 2022 ketika terjadi penarikan reksa dana hingga hampir Rp80 triliun sepanjang tahun lalu, nilai nettsell terbesar dalam lima tahun terakhir.
Pada akhir 2022, posisi dana kelolaan Bahana masih sebesar Rp41,04 triliun. Artinya, terjadi penurunan tipis 2%. Pada Januari, posisi AUM Bahana bahkan lebih rendah yaitu Rp39,11 triliun.
Posisi kedua dihuni oleh Manulife Aset Manajemen yang mencatat nilai dana kelolaan Rp37 triliun, merosot 19% hingga Rp8,58 triliun dibandingkan posisi akhir 2022. Adapun pada Januari lalu, Manulife masih mencatatkan posisi AUM sebesar Rp44,8 triliun.
Selanjutnya, Syailendra Capital di posisi ketiga dan menjadi satu dari sedikit MI yang masih berhasil mencetak kenaikan dana kelolaan dibanding posisi akhir tahun yakni dari Rp28,03 triliun pada Desember 2022 menjadi Rp32,3 triliun pada April lalu.
Posisi berikutnya berturut-turut dihuni oleh Sinarmas Asset Management dengan nilai dana kelolaan Rp31,4 triliun, turun Rp2,27 triliun atau tergerus 6,7% dari posisi Desember 2022.
Beberapa manajer investasi tercatat mengalami penurunan nilai dana kelolaan yang sangat signifikan seperti Mandiri Manajemen Investasi yang kehilangan Rp8,4 triliun menjadi Rp25,7 triliun pada April lalu. Dibandingkan posisi Desember, penurunan itu setara dengan 25%.
Penurunan lebih besar dialami oleh MI pelat merah yaitu Danareksa Investment Management yang nilai dana kelolaannya anjlok hingga Rp11,87 triliun atau turun 32% dibandingkan Desember.
Alhasil pada April lalu, nilai AUM Danareksa tersisa Rp24,1 triliun dan menjadi urutan kesepuluh daftar top MI teratas. Pada akhir tahun lalu, nilai dana kelolaan Danareksa masih sebesar Rp35,97 triliun. Bahkan, pada Januari, posisinya masih sebesar Rp37,09 triliun.
Tren Redemption Tinggi
Pada April lalu, nilai dana kelolaan manajer investasi tercatat turun sekitar Rp3,79 triliun dari posisi Maret menjadi Rp500,38 triliun, berdasarkan data yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Bila menghitung dari posisi Januari yang sempat mencatat nilai AUM sebesar Rp512,7 triliun, maka penurunan pada April lalu telah menembus Rp12,32 triliun.
Penurunan AUM tersebut kemungkinan akibat dari masih berlangsungnya tren redemption atau penarikan reksa dana oleh para pemodal. Pada data terakhir yang memuat lalu lintas transaksi reksa dana di Tanah Air, per Februari lalu nilai redemption reksa dana mencapai Rp62,54 triliun.
Sedangkan pada saat yang sama, nilai pembelian atau subscription reksa dana hanya sebesar Rp60,21 triliun.
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, berdasarkan data OJK, terjadi beberapa kali net sell reksa dana yaitu ketika total nilai redemption melampaui nilai subscription. Yaitu pada 2021 dengan nilai penjualan bersih Rp4,62 triliun, lalu pada 2022 mencapai puncaknya dengan nilai penjualan bersih reksa dana mencapai Rp78,34 triliun.
Tren redemption pada 2022 itu kembali berlanjut pada Februari lalu dengan nilai penjualan bersih Rp2,33 triliun. Adapun untuk data Maret dan April, OJK belum mempublikasikan.
Artinya, bila menghitung dari 2021, industri pengelolaan investasi reksa dana sudah kehilangan dana kelolaan setidaknya Rp82,96 triliun.
(rui)