Bloomberg Technoz, Jakarta - PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex Group akan resmi menutup seluruh operasional pabrik tekstilnya di Jawa Tengah pada 1 Maret 2025. Hal ini yang turut menyebabkan lebih dari 10 ribu pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Penutupan ini menandai akhir dari perjalanan panjang Sritex yang telah beroperasi sejak 1966. Sritex didirikan oleh H.M Lukminto sebagai usaha perdagangan tradisional di Pasar Klewer, Solo. Dimulai dari bisnis kecil, perusahaan ini terus berkembang hingga membuka pabrik cetak pada tahun 1968 yang menghasilkan kain putih dan berwarna.
Dalam kurun waktu beberapa dekade, perusahaan ini berhasil bertransformasi menjadi pemain utama di industri tekstil nasional, bahkan internasional.
Salah satu momen penting dalam sejarah Sritex adalah pada tahun 1984, ketika perusahaan ini mendapatkan kepercayaan untuk memproduksi seragam bagi pasukan negara-negara di bawah NATO. Mandat ini tidak hanya membawa nama Sritex ke panggung dunia, tetapi juga menjadi titik balik dalam ekspansi bisnisnya.
Sejarah Sritex:
1966: Sritex didirikan oleh H.M Lukminto sebagai perusahaan perdagangan tradisional di Pasar Klewer, Solo.
1968: Membuka pabrik cetak pertamanya yang menghasilkan kain putih dan berwarna di Solo.
1978: Terdaftar dalam Kementerian Perdagangan sebagai perseroan terbatas.
1982: Mendirikan pabrik tenun pertama.
1992: Memperluas pabrik dengan 4 lini produksi (pemintalan, penenunan, sentuhan akhir dan busana) dalam satu atap.
1994: Menjadi produsen seragam militer untuk North Atlantic Treaty Organization (NATO) dan tentara Jerman.
2001: Sritex selamat dari krisis moneter pada 1998 dan berhasil melipatgandakan pertumbuhan sampai 8 kali lipat dibandingkan waktu pertama kali terintegrasi pada 1992.
2012: Sritex berhasil mengadakan pertumbuhan dan kinerja dibandingkan dengan 2008.
2013: PT Sri Rejeki isman Tbk secara resmi terdaftar sahamnya (dengan kode ticker dan SRIL) pada Bursa Efek Indonesia.
2017: Peningkatan Modal melalui Non Pre-emptive Rights (“PMTHMETD”) maksimum sebesar 10% dari total modal yang dikeluarkan dan berhasil menerbitkan obligasi global senilai US$150 juta yang akan jatuh tempo pada 2024.

Awal Mula Kepailitan
Sebelum akhirnya diputus pailit, Sritex sebelumnya juga pernah menyandang status penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sementara sejak 2021.
Status tersebut bermula dari layangan gugatan krediturnya, CV. Prima Karya kpeada Sritex bersera tiga anak usahanya, PT Sinar Pantja Djaja (Termohon II), PT Bitratex Industries (Termohon III), dan PT Primayudha Mandirijaya pada.
Akhirnya, gugatan tersebut dikabulan oleh majelis hakim PN Semarang pada 6 Mei 2021 lalu. Status PKPU tersebut bertahan hingga Januari 2022, usai proposal homologasi diterima.
Namun, selama periode tersebut, Sritex masih belum memenuhi pembayaran utang kepada sejumlah krediturnya. Bisnisnya pun masih terbilang lesu, dengan kinerja keuangan yang terus merugi.
Pada 2022, Sritex tercatat membukukan defisiensi modal mencapau US$781,01 juta dan kerugian mencapai US$395,5 juta.
Pada 2024, Sritex kembali mendapat layangan gugatan yang berasal dari kreditur lainnya, PT Indo Bharat Rayon. Perusahaan melayangkan gugatan tersebut lantaran Sritex masih belum mampu memenuhi kewajiban pembayaran utang yang telah disepakati.
Gugatan tersebut dilayangkan pada perkara nomor 2/Pdt.Sus-Homologasi/2024/PN Niaga Smg tertanggal Rabu, 28 Agustus 2024, kepada Sritex dan juga tiga anak usaha yang sama.
Dari gugatan itu, PN Semarang akhirnya menetapkan Sritex pailit pada Oktober 2024 lalu. Bisnis Sritex pun kini berada di tangan kurator.

Ajukan Kasasi
Sritex diketahui mengajukan kasasi atas putusan pailitnya yang ditetapkan oleh PN Semarang dalam perkara dengan nomor 2/Pdt. Sus Homologasi/2024/PN Niaga Smg.
Dalam keterangan resminya, Sritex menjelaskan bahwa pendaftaran kasasi ini telah dibicarakan secara internal dan konsolidasi dengan berbagai stakeholder terkait.
Prabowo Perintahkan 4 Menteri Selamatkan Sritex
Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan empat menteri di Kabinet Merah Putih untuk segera menyelamatkan Sritex.
"Presiden Prabowo sudah memerintahkan Kementerian Perindustrian, Kemenkeu, Menteri BUMN, dan Menteri Tenaga Kerja untuk segera mengkaji beberapa opsi dan skema untuk menyelamatkan Sritex," kata Agus melalui keterangan persnya,nakhir Oktober 2024 lalu.
Menperin Agus menjelaskan bahwa prioritas pemerintah saat ini adalah menyelamatkan karyawan PT Sritex dari pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Pemerintah akan segera mengambil langkah-langkah agar operasional perusahaan tetap berjalan dan pekerja bisa diselamatkan dari PHK. Opsi dan skema penyelamatan ini akan disampaikan dalam waktu secepatnya, setelah empat kementerian selesai merumuskan cara penyelamatan," jelasnya.
Temuan Janggal Tim Kurator
Tak berhenti disitu, dalam proses kepailitan, tim kurator pun menjelaskan sejumlah kejanggalan yang ditemukan. Tim kurator menilai ada sejumlah kejanggalan yang berujung pada kegiatan ilegal Sritex.
Kejanggalan tersebut meliputi tindakan manajemen Sritex yang tidak kooperatif dan transparan, yang menyulit tim kurator bekerja untuk menjaga aset perusahaan.
Selain itu, tim kurator juga menemukan kegiatan ekspor ilegal dan tetap menjalankan kegiatan bisnis usai dinyatakan pailit. Hal tersebut sedianya telah melanggar ketentuan UU Kepailitan dan PKPU pasal 24 ayat (1).
Tim kurator juga menyebut bahwa pernyataan dan isu kekurangan bahan baku produksi, yang turut menyebabkan dirumahkannya sejumlah karyawan hanya bualan belaka.
Pasalnya, Sritex nyatanya masih memiliki stok bahan baku yang berlebih, dan juga masih melakukan upaya ekspor secara ilegal dengan dukungan pemerintah melalui Bea Cukai.
Kemenaker Pastikan Tak Ada PHK
Terkait potensi PHK, Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer atau akrab dipanggil Noel menegaskan pemerintah tidak akan tinggal diam jika pekerja menjadi korban. Meski demikian, ia menegaskan bahwa pihaknya tidak akan melakukan intervensi langsung terhadap tim kurator yang menangani kepailitan Sritex, melainkan berharap ada solusi terbaik bagi para pekerja.
"Soal itu kan sekarang domainnya ada di kurator. Tapi tetap kita fokus pada kawan-kawan pekerjanya. Kita minta apakah pekerjanya di PHK atau tidak. Kalau kemarin kan manajemen memastikan tidak ada PHK. Ada jaminan dari manajemen. Kita juga minta ke kurator untuk memberi jaminan itu," kata Wamen Noel.

Akhirnya Tutup Operasional
Namun, tampaknya Sritex sudah tidak dapat bertahan kembali. Sritex kini resmi menutup seluruh operasional pabrik tekstilnya.
Kabar tersebut muncul setelah beredarnya surat tim kurator yang menangani kepailitan perusahaan tekstil terbesar di Indonesia mengenai pemberitahuan PHK per 26 Februari 2025 lalu.
Surat bernomor 299/PAILIT-SSBP/II/2025 tersebut memerinci total pekerja yang terkena PHK berasal dari PT Bitratex Semarang, yang juga Sritex Grup sebanyak 1.065 orang per Januari lalu.
Kemudian, pada 26 Februari PHK juga terjadi pada PT Sritex Sukoharjo sebanyak 8.504 orang; PT Primayuda Boyolali 956 orang; PT Sinar Panja Jaya Semarang 40 orang; dan penambahan di PT Bitratex Semarang 104 orang.
Lalu, PHK terjadi pada PT Sinar Panja Jaya sebanyak 300 orang yang juga belum dibayarkan pesangon sejak Agustus 2024 lalu.
Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, mengungkapkan rasa tidak ikhlasnya melihat para karyawan kehilangan pekerjaan dan sumber penghidupan bagi keluarga mereka. Ia menyatakan bahwa hati dan perhatiannya selalu bersama para karyawan yang dianggapnya sebagai saudara.
Berkaitan dengan Sritex ini, Wamenaker Noel menyayangkan Kurator yang menempuh PHK terhadap hampir 11.000 buruh PT Sritex Tbk, bukannya menempuh going concern (kelangsungan usaha).
"Secara normatif hal itu memang hak Kurator. Namun keputusan PHK Sritex tidak memperhatikan aspek sosial. Apa konsekuensi bagi ekosistem buruh dan masyarakat setempat?" ujarnya, Sabtu (1/3/2025).
Dia juga mempertanyakan, apakah Kurator melibatkan ahli ekonomi tekstil dan produk tekstil, dan ahli keuangan? Kemampuan perusahaan untuk bangkit, tentu lebih relevan menjadi wilayah ahli ekonomi terkait.
"Kalau Kurator hanya menggunakan palu kekuasaan di tangan mereka, apakah memperhatikan aspek sosial? Bukankah sesungguhnya keputusan hukum selalu memperhatikan aspek sosial?" terangnya.
(prc/spt)