Sekadar catatan, BPK dibentuk untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara secara bebas dan mandiri. Hasil pemeriksaan tersebut kemudian dilaporkan melalui Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHPS). Hingga hari ini, BPK baru merilis IHPS semester I-2024 untuk Tahun Anggaran 2024.
Ikatan Wajib Pajak Indonesia (IWPI) melaporkan dugaan korupsi megaproyek aplikasi sistem administrasi pajak Coretax yang menghabiskan anggaran lebih dari Rp1,3 triliun, ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Umumnya, laporan dugaan korupsi yang diserahkan masyarakat ke KPK akan diterima oleh Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat (PLPM). Setelah itu, tim terkait akan memverifikasi laporan tersebut.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu sudah mengonfirmasi bahwa Direktorat PLPM menerima laporan dugaan korupsi Coretax. Dirinya mengungkapkan tim Direktortat PLPM telah meminta pelapor untuk melengkapi laporan yang dibuat.
“Saya juga sudah dengar ada pelaporan terkait dengan Coretax, tapi sepertinya masih di PLPM ya, di Dumas. Ini juga mungkin diminta sama Dumas untuk melengkapi laporannya tersebut, data-data,” kata Asep kepada awak media, dikutip Sabtu (22/2/2025).
Ketua Umum (Ketum) IWPI Rinto Setiyawan menyampaikan pihaknya telah menyerahkan sejumlah bukti dugaan tindak pidana korupsi proyek pengadaan Coretax pada Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Tahun Anggaran 2020–2024.
“Tadi diterima di Dumas II, kami menyerahkan laporan 1 bundel terkait dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan aplikasi Coretax,” ujarnya akhir bulan lalu, usai membuat laporan di KPK.
Rinto mengungkapkan, pihaknya sebenarnya telah menyiapkan 4 alat bukti. Pertama, dokumen di antaranya surat, pengumuman tender, dan Keputusan Dirjen Pajak.
Kedua, lanjut dia, adalah bukti petunjuk. Ini merupakan bukti-bukti pemberitaan berbagai media massa, termasuk daring terkait berbagai permalahan aplikasi Coretax.
“Hasil-hasil capture tangkapan layar aplikasi Coretax error dan kendala-kendala terkait penggunaan aplikasi Coretax yang telah dilaporkan oleh wajib pajak yang kepada IWPI” katanya.
Sedangkan bukti ketiga dan keempat yang telah dipersiapkan IWPI, yakni saksi dan juga ahli jika KPK memerlukannya. “Jadi sebenarnya sudah ada empat alat bukti dan bisa digunakan,” ujarnya.
Ketika ditanya apa indikasi awal terjadi dugaan terjadinya korupsi dalam proyek Coretax ini, Rinto mengatakan, tidak berfungsinya berbagai fitur dalam aplikasi senai lebih Rp1,3 triliun yang diluncurkan pada 31 Desember 2024 dan mulai digunakan pada 1 Januari 2025 tersebut.
“Sampai saat ini banyak anggota kami dari IWPI, dari wajib pajak di seluruh Indonesia masih menemukan banyaknya mal fungsi aplikasi Coretax ini,” pungkasnya.
(lav)