Logo Bloomberg Technoz

Sebagai contoh, Kementerian Pertahanan Taiwan melaporkan bahwa China mengumumkan latihan militer sekitar 40 mil laut dari pesisir selatan pulau utama Taiwan pada Rabu. Latihan ini dianggap dapat membahayakan lalu lintas udara dan maritim di sekitar wilayah tersebut serta mengganggu stabilitas regional.

Menurut pejabat Taiwan, armada Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) meninggalkan area tersebut pada pukul 15.40 waktu setempat setelah menyelesaikan latihan.

Latihan militer China ini berlangsung tak lama setelah Taiwan menahan sebuah kapal kargo dan awaknya, termasuk warga negara China, terkait insiden putusnya kabel bawah laut yang menghubungkan pos militer lepas pantai Taiwan. Otoritas Taiwan sedang menyelidiki kemungkinan sabotase dalam insiden ini.

Menanggapi hal itu, Kantor Urusan Taiwan di Beijing menuduh Partai Progresif Demokratik (DPP) yang berkuasa di Taiwan telah "membesar-besarkan" masalah tersebut. China berargumen bahwa "ratusan insiden serupa terjadi setiap tahun di seluruh dunia."

Sikap AS terhadap Taiwan

Pada hari yang sama dengan latihan militer China, mantan Presiden AS Donald Trump kembali mengaburkan posisi Washington terhadap Taiwan. Ketika ditanya apakah ia akan mencegah China merebut Taiwan dengan kekuatan militer, Trump menjawab bahwa ia "tidak akan pernah berkomentar soal itu." Pernyataan ini sejalan dengan kebijakan lama AS mengenai "ambiguitas strategis," yang kerap ditinggalkan oleh Joe Biden dengan pernyataan bahwa AS akan membela Taiwan dari serangan China.

Meskipun komentar Trump menimbulkan pertanyaan tentang komitmen AS terhadap Taiwan—terutama setelah perubahan kebijakan Washington terhadap Ukraina—administrasinya tetap diisi oleh pejabat garis keras yang bersikap tegas terhadap ambisi militer Beijing.

Bulan ini, Departemen Luar Negeri AS menghapus frasa dalam lembar fakta resmi yang menyatakan bahwa AS "tidak mendukung kemerdekaan Taiwan." Langkah ini dipuji oleh pemerintah Taiwan, tetapi dikecam oleh Beijing. Meskipun AS kemudian menegaskan kembali komitmennya terhadap perdamaian di kawasan, perubahan dalam formulasi bahasa tetap dipertahankan.

Dalam pidatonya, Wang Huning juga menegaskan bahwa Beijing "harus dengan tegas menentang dan membendung campur tangan eksternal" dalam urusan Taiwan—sebuah pernyataan yang ditujukan, setidaknya sebagian, kepada AS yang secara diplomatik dan militer mendukung Taiwan.

Partai Komunis, lanjut Wang, harus "mengukuhkan dukungan komunitas internasional terhadap prinsip Satu China." Pernyataan ini merujuk pada klaim Beijing bahwa hanya ada satu negara bernama "China," yang dipimpin oleh pemerintah di Beijing, dan bahwa Taiwan adalah bagian dari China. China secara rutin menekan negara-negara yang menjalin hubungan diplomatik dengannya untuk menegaskan kembali prinsip ini.

Sebaliknya, partai yang berkuasa di Taiwan menegaskan bahwa pulau itu adalah sebuah negara de facto yang layak mendapatkan pengakuan lebih luas.

Menurut Wen-Ti Sung, peneliti non-residen di Atlantic Council’s Global China Hub, perubahan retorika Beijing ini mencerminkan kepercayaan diri yang lebih besar. "China percaya bahwa secara strategis, waktu kini kembali berpihak pada Beijing," ujarnya.

(bbn)

No more pages