Siddharth Philip, Albertina Torsoli dan Masatsugu Horie - Bloomberg News
Bloomberg, Nissan Motor Co dikabarkan tengah merancang rencana untuk mengganti CEO-nya setelah laporan keuangan terbaru yang mengecewakan serta gagalnya negosiasi merger dengan Honda Motor Co, menurut sumber yang mengetahui masalah ini.
Dewan direksi Nissan saat ini sedang menilai minat dari kandidat potensial untuk menggantikan Makoto Uchida, eksekutif yang telah bekerja di perusahaan selama 22 tahun dan menjabat sebagai CEO sejak akhir 2019. Salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya menyebutkan bahwa diskusi ini masih bersifat rahasia. Nissan sendiri menolak memberikan komentar terkait hal ini.
Uchida, 58 tahun, sebelumnya mengatakan kepada wartawan bahwa ia siap mundur jika diminta, tetapi ingin memastikan stabilitas bisnis Nissan terlebih dahulu sebelum meninggalkan jabatannya. Ia juga telah memperingatkan investor bahwa Nissan diperkirakan akan mengalami kerugian bersih sebesar ¥80 miliar (sekitar Rp8,72 triliun) untuk tahun fiskal yang berakhir pada Maret—jauh dari prediksi keuntungan ¥380 miliar yang dibuatnya sembilan bulan lalu.
Nissan menghadapi tagihan utang yang sangat besar tahun depan setelah tiga lembaga pemeringkat kredit utama menurunkan peringkat utangnya menjadi kategori "junk" atau berisiko tinggi, dengan dua penurunan peringkat terjadi dalam sepekan terakhir.
Dalam upaya mencari solusi, Uchida mencoba merangkul Honda pada akhir tahun lalu dengan merancang kesepakatan untuk menggabungkan kedua perusahaan di bawah satu holding. Namun, negosiasi tersebut kandas bulan ini setelah kedua belah pihak tidak mencapai kesepakatan mengenai syarat merger.
Meskipun begitu, Honda dan Nissan tetap berencana melanjutkan kemitraan strategis dengan Mitsubishi Motors Corp untuk mengembangkan baterai kendaraan listrik dan perangkat lunak. Dalam konferensi pers pada 13 Februari, Uchida menegaskan pentingnya kolaborasi bagi masa depan Nissan.
"Akan sangat sulit bagi kami untuk bertahan tanpa menjalin kemitraan di masa depan," ujarnya.
Salah satu tantangan besar bagi Nissan adalah daya tarik lini produknya yang dinilai sudah ketinggalan zaman. Perusahaan terpaksa mengeluarkan biaya besar untuk berbagai insentif dan promosi guna mengurangi stok kendaraan yang menumpuk. Pada November lalu, Uchida mengumumkan rencana untuk memangkas 9.000 pekerjaan serta mengurangi kapasitas produksi hingga 20%.
Namun, mencari solusi ke depan bukanlah hal yang mudah.
Renault SA, pemegang saham terbesar Nissan sekaligus mitra aliansinya, mengkritik keras negosiasi dengan Honda dan mendukung keputusan Nissan untuk mundur dari pembicaraan tersebut. Namun, di sisi lain, Renault tampaknya juga ingin menjaga jarak dari Nissan. CEO Renault, Luca de Meo, bahkan menyatakan bahwa Zhejiang Geely Holding Group Co asal China mungkin lebih cocok menjadi mitra strategis dibanding Nissan.
Sementara itu, Hon Hai Precision Industry Co, produsen iPhone yang lebih dikenal sebagai Foxconn, dikabarkan mendekati Nissan pada Desember lalu untuk membeli saham di perusahaan tersebut. Foxconn juga mengindikasikan ketertarikannya untuk mengambil alih kepemilikan 36% saham Renault di Nissan. Perusahaan asal Taiwan itu sedang berupaya membangun bisnis manufaktur kendaraan listrik, tetapi kesulitan meyakinkan perusahaan otomotif lain untuk melakukan outsourcing produksi mereka.
Di sisi lain, firma ekuitas swasta asal AS, KKR & Co, dikabarkan sedang mempertimbangkan investasi dalam bentuk ekuitas atau utang untuk membantu memperbaiki kondisi keuangan Nissan, menurut laporan Bloomberg News awal bulan ini.
(bbn)