Logo Bloomberg Technoz

Menurut Qohar, Maya dan Edward atas persetujuan Riva Siahaan melakukan pembelian minyak mentah secara impor. Pada saat itu, keduanya justru membeli minyak mentah RON 90 (Pertalite) atau bahkan RON 88 (Premium) atas kebutuhan Pertamina untuk minyak mentah RON 92 (Pertamax).

"Sehingga menyebabkan pembayaran impor produk kilang dengan harga tinggi dan tidak sesuai dengan kualitas barang," kata dia.

Selain itu, Maya juga memberikan persetujuan dan memerintahkan Edward untuk melakukan blending atau pencampuran pada minyak mentah RON 88 atau RON 90 dengan RON 92 di terminal Pelabuhan Merak milik perusahaan Gading Ramadan dan Muhammad Kerry -- anak pengusaha minyak Muhammad Riza Chalid. 

Minyak mentah oplosan tersebut diklaim memiliki jenis RON 92 yang kemudian dijual Pertamina pada SPBU-nya sebagai BBM jenis Pertamax.

Menurut Qohar, Maya dan Edward juga mengetahui dan menyetujui adanya markup kontrak shipping atau pengiriman yang dilakukan Yoki Firnandi selaku direktur utama PT Pertamina Internasional Shipping. Persengkongkolan ini membuat PT Pertamina Patra Niaga mengeluarkan fee sebesar 13% sampai dengan 15% secara melawan hukum.

"Dan fee tersebut diberikan kepada tersangka MKAR [Muhammad Kerry] selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa dan tersangka DW [Dimas Werhaspati] selaku komisaris PT Navigator Khatulistiwa," kata dia. 

Perbuatan para tersangka melanggar ketentuan pasal 2 ayat 1, atau pasal 3 juncto pasal 18 undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi; juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. 

Qohar mengatakan, kejaksaan pun mulai melakukan penahanan terhadap Maya dan Edward usai mendapat rekomendasi tim dokter tentang kondisi fisik dan psikologi kedua tersangka baru tersebut. Mereka akan menjalani masa tahanan pertama selama 20 hari di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.

(azr/frg)

No more pages