Video tersebut dilengkapi dengan caption yang menolak pembangunan PLTU baru.
"Sudah tahu cuaca makin panas ☀️ dan krisis iklim makin gawat ? bukannya serius transisi energi, eh ini malah berencana bikin PLTU Batubara baru. Hayo dong Adaro @adaroenergy stop bikin bencana iklim lebih parah, dengarkan kata pemegang saham, jangan lagi berinvestasi pada kehancuran. Kalian yang makin kaya, masyarakat yang mendapat bencana," seperti dikutip dari akun @greeanpeaceid.
Dituding Greenwashing
Pada kesempatan sebelumnya, Direktur Utama ADMR Christian Ariano Rachmat tak menampik, Grup Adaro tengah diserang isu miring, terutama di luar negeri.
"Di Financial Times, Adaro diserang, dibilang greenwashing. Katanya, mau green, kok, bangun aluiminium," kata Direktur Utama ADMR Christian Ariano Rachmat, Rabu (10/5/2023).
Greenwashing sendiri, dikutip dari berbagai sumber, merujuk pada praktik pemasaran yang mengedepankan konsep ramah lingkungan, padahal kenyataannya tidak.
"Kami mau bilang, loh, bukan greenwashing, jelas-jelas kami bilang, kok, aluminium ini akan dibangun pembangkitnya dari batu bara. Kenapa batu bara? Karena (pembangkit) hidronya baru jadi di 2030," sambung Christian.
Selama fase itu, perlu adanya transisi hingga pembangkit tenaga air mendominasi kebutuhan pabrik pengolahan aluminium. Tapi, lanjut Christian, jangan sampai dibodohi oleh tudingan asing.
Sebab, hingga saat ini, 75% pabrik aluminium di dunia masih menggunakan batu bara sebagai pembangkit listrik. Hanya 25% diantaranya yang menggunakan tenaga air, itu pun terbatas di Rusia, Kanada dan Brazil.
"Mayoritas pabrik aluminium itu listriknya menggunakan (pembangkit) batu bara. Kami suatu hari memang mau membuat yang namanya green aluminium, tapi butuh waktu untuk sampai ke sana, sampai tenaga hidro jadi," tuturnya.
"Tapi, masa kita harus tunggu sebegitu lama, impor terus. Tentu tidak, kami bangun dulu," tandas Christian.
(dhf/dba)