Bloomberg Technoz, Jakarta – Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi Hashim Djojohadikusumo membeberkan sejumlah proyek energi yang berpeluang dibiayai oleh Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).
Hasyim memerinci proyek tersebut akan selaras dengan rencana pemerintah untuk menambah kapasitas pembangkit listrik sebesar 100 gigawatt (GW), di mana sebanyak 75% atau 75 GW di antaranya berasal dari energi baru dan terbarukan (EBT).
“Banyak negara di dunia mayoritas tidak punya, ini 7 GW setahun. [Kapasitas] 75 GW itu diharapkan dari EBT, kemudian 4,3 GW itu diharapkan dari nuklir,” kata Hashim disela acara CNBC Economic Outlook 2025, Rabu (26/2/2025).

Adik kandung Presiden Prabowo Subianto itu menyebut pemerintah juga telah berdiskusi delegasi beberapa negara, termasuk Rusia, untuk membicarakan proyek nuklir yang yang target komersialisasinya ditetapkan pada 2032 atau lebih awal dari rencana semula pada 2039.
“Kita akan bangun nuklir dan rusia menawarkan proposal yang paling bagus,” tutur Hasyim.
Tak hanya itu, pemerintah juga akan membangun proyek gas unutk pembangkit berkapasitas 22 GW yang berasal dari BP, ExxonMobil, Inpex, dan Mubadala Energy.
“Ini kita harapkan dari pelaku-pelaku BP, Exxon, mudah-mudahan Inpex Jepang bisa, dari Mubadala Energy, itu sudah [totalnya] 103 GW,” ujarnya.
Rentetan proyek tersebut nantinya akan dibiayai pemerintah melalui Danantara dan investor luar negeri. Investor asing itu seperti Qatar, Abu Dhabi, China, hingga Eropa yang tertarik berinvestasi di RI khususnya dalam sektor energi.
“Maka Danantara perannya jadi co-investor, menjaim ke investor luar, negara ikut risiko, pikul risiko, dan ikut bertanggung jawab untuk suksesi proyek-proyek ini,” imbuhnya.
Dia optimistis dalam 10 tahun ke depan akan ada potensi energi baru bagi pembangkit listrik yang berasal dari angin. “Saya makin optimistis Indonesia bakal jadi superpower tanpa senjata nuklir. Ini luar biasa, prospek untuk anak cucu cicit saya,” ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengatakan akan memetakan sejumlah proyek hilirisasi mineral—seperti nikel, bauksit, dan tembaga — yang berpeluang dibiayai oleh BPI Danantara.
“Danantara ini fokus hilirisasinya kan harus dipetakan terlebih dahulu. Mana yang nilai tambahnya terbesar, ya nanti kita akan masuk demi cepatnya pengembalian dana yang diinvestasikan,” kata Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung saat ditemui di Gedung DPD RI, Senin (24/2/2025).
Dia menuturkan saat ini terjadi peningkatan kebutuhan di dalam negeri seperti nikel dan bauksit. Untuk itu, pemerintah akan memperhitungkan nilai tambah bagi masing-masing komoditas mineral, sebelum menentukan proyek mana yang akan menjadi prioritas pendanaan dari Danantara.
Perhitungan tersebut, kata Yuliot, mencakup kecepatan waktu yang dibutuhkan untuk balik modal investasi dari lembaga yang baru disahkan pada 24 Februari 2025 itu. Menurutnya, proyek hilirisasi yang tidak memiliki nilai tambah terlalu tinggi akan cenderung lama untuk balik modal.
Terkait dengan syarat dan ketentuan suatu proyek hilirisasi untuk bisa memperoleh pendanaan dari Danantara, Yuliot menyampaikan kriterianya sedang disusun oleh Danantara.
Adapun, ketika peresmian Danantara pagi ini, Presiden Prabowo Subianto mengatakan gelombang pertama investasi senilai US$20 miliar dari Danantara akan diprioritaskan untuk 20 proyek strategis.
Sebanyak 20 proyek tersebut tersebar untuk sektor hilirisasi nikel, bauksit, tembaga, pembangunan pusat data, kecerdasan buatan, kilang minyak, pabrik petrokimia, produksi pangan dan protein, akuakultur, serta energi terbarukan.
-- Dengan asistensi Mis Fransiska Dewi dan Sultan Ibnu Affan
(mfd/wdh)