Logo Bloomberg Technoz

Bloomberg Technoz, Jakarta - Pergerakan rupiah di pasar spot hari ini masih akan dibayangi oleh berbagai sentimen negatif di pasar, baik domestik maupun global.

Arus jual modal asing di pasar saham yang sudah menyentuh Rp5,1 dalam dua hari perdagangan terakhir, dan menjatuhkan indeks, mungkin masih akan menahan minat para investor.

Di pasar offshore, rupiah NDF masih tertekan dan ditutup melemah 0,27% dini hari tadi, ketika indeks dolar AS terpangkas. Pagi ini, rupiah offshore bergerak melemah di kisaran Rp16.349/US$, tidak terlalu jauh dengan posisi penutupan rupiah spot kemarin di Rp16.345/US$.

Rupiah sebenarnya memiliki harapan rebound bila melihat sentimen di pasar global yang memberi peluang bagi valuta emerging market, juga aset-aset seperti surat utang untuk kembali diburu. Indeks dolar AS melemah, yield Treasury, surat utang AS, terpangkas sehingga yield spread melebar.

Yield US Treasury kemarin turun banyak hingga 11 basis poin, mengantarkan imbal hasil tenor 10Y menyentuh 4,29%. Kini yield spread dengan surat utang RI melebar jadi 256 basis poin.

Hanya, meski ada pelebaran, tekanan yang terus dialami oleh rupiah mungkin akan menahan minat karena ada risiko kerugian nilai tukar. Selain itu, tekanan di pasar saham kemarin masih akan membayangi risk-appetite para investor di pasar domestik.

Pasar global mendapati lanskap yang cenderung muram setelah data keyakinan konsumen Amerika dirilis tadi malam, menyentuh level terendah dalam tiga tahun. Ada kekhawatiran kondisi ekonomi negeri itu terjerembab kelesuan di tengah inflasi yang masih mengancam, seperti terlihat dari data Indeks Harga Konsumen pada Januari.

Pernyataan pejabat Federal Reserve juga mendukung kekhawatiran itu. Gubernur Federal Reserve Bank of Richmond, Tom Barkin, menegaskan bahwa bank sentral harus tetap tegas dalam upaya menekan inflasi, sembari mengingatkan risiko tekanan inflasi jangka panjang.

“Kita perlu tetap dalam posisi sedikit ketat hingga ada keyakinan lebih bahwa inflasi kembali ke target 2%,” ujar Barkin dalam pidatonya di Richmond, Virginia, Selasa (25/2/2025).

“Saya memahami bahwa perjuangan melawan inflasi ini sudah berlangsung lama, tetapi sangat penting bagi kita untuk tetap konsisten," jelas Barkin.

Pemerintah 'BU'?

Dari dalam negeri, situasi yang dihadapi oleh investor tak kalah suram. Setelah IHSG ambles kemarin menyusul penurunan peringkat saham oleh Morgan Stanley dan kekhawatiran akan pendirian Badan Pengelola Investasi Danantara Indonesia, hasil lelang sukuk negara (SBSN) juga mengisyaratkan isu lain yang tak kalah mencemaskan.

Lelang SBSN yang digelar oleh Kementerian Keuangan disambut minat pasar yang anjlok dengan incoming bids turun lebih dari 30%.

Yang menarik, meski minat turun, Pemerintah RI malah memenangkan penawaran lelang melampaui target indikatif yakni hingga Rp12 triliun dari target Rp10 triliun.

"Keputusan Kemenkeu menaikkan nilai penerbitan di tengah penurunan minat pasar adalah sinyal kuat bahwa pemerintah menghadapi kebutuhan mendesak akan dana tunai, yang kemungkinan adalah buntut dari penerapan sistem Coretax yang bermasalah hingga menghambat penarikan pajak pada Januari," kata tim analis Mega Capital Sekuritas dalam catatannya.

Pasar SUN sekunder pada Selasa juga turut tertekan karena kejatuhan harga saham. Mayoritas tenor mencatat kenaikan yield bahkan ketika imbal hasil pasar global melanjutkan tren penurunan.

Mengacu dokumen lelang, nilai incoming bids dalam lelang sukuk hari ini cuma Rp19,91 triliun, turun 34% dibanding lelang sukuk sebelumnya yang mencapai Rp30,25 triliun.

Minat investor lebih banyak menyasar sukuk tenor pendek, menggarisbawahi peningkatan kekhawatiran pasar akan prospek ke depan.

Adapun tingkat imbal hasil yang masuk dari peserta lelang, sejatinya lebih rendah, mengikuti tren yield di pasar sekunder yang sudah banyak terpangkas sejak BI Rate digunting pada Januari lalu.

Pemerintah akhirnya memenangkan lelang senilai Rp12 triliun dengan penerbitan terbanyak adalah untuk tenor terpanjang PBS038 sebesar Rp2,65 triliun, serta tenor pendek SPNS10112025 senilai Rp2,5 triliun.

Analisis teknikal

Secara teknikal nilai rupiah masih potensial tertekan menuju Rp16.380/US$ sampai dengan Rp16.400/US$, dengan mencermati support terkuat rupiah di level Rp16.450/US$.

Sementara trendline terdekat pada time frame daily menjadi resistance psikologis paling potensial pada level Rp16.300/US$ di trendline channel. Kemudian, target penguatan optimis lanjutan untuk dapat kembali menguat ke level Rp16.250/US$.

Selama rupiah bertengger di atas Rp16.400/US$ usai tertekan, maka masih ada potensi untuk lanjut melemah hingga Rp16.450/US$.

Sebaliknya, bila terjadi penguatan hingga Rp16.300/US$ dalam tren jangka menengah (Mid-term), maka rupiah berpotensi terus menguat hingga Rp16.200/US$.

Analisis Teknikal Nilai Rupiah Rabu 26 Februari 2025 (Riset Bloomberg Technoz)

(rui)

No more pages