Namun demikian Felix mencermati ada potensi hilangnya penerimaan negara dari dividen BUMN (mencapai Rp90 triliun), dan potensi moderasinya kinerja BUMN seiring besarnya dividend payout ratio tahun 2025.
“Selain itu, pentingnya tata kelola dan transparansi bagi publik dan lembaga negara terkait,” paparnya dalam riset terbaru yang diterbitkan, Selasa (25/2/2025).
Investasi di sektor strategis, Danantara diurus orang pro, lanjut riset tersebut. Dengan besarnya asset size Danantara, bisa menjadi leverage yang krusial untuk meningkatkan minat investasi dari investor asing seiring dengan ikut sertanya dana negara (baik dari BUMN maupun penyertaan awal) ke dalam proyek yang sedang ditawarkan.
Di sisi lain, ada hal yang menurut Analis turut menarik perhatian yaitu pemilihan Tony Blair sebagai Dewan Pengawas (Dewas) Danantara tampaknya merupakan langkah strategis untuk meningkatkan kredibilitas dan daya tarik investasi Indonesia di tingkat global.
Mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair, memiliki jaringan luas serta pengalaman dalam tata kelola Pemerintahan dan investasi internasional. Pasca selesai menjadi Perdana Menteri, Blair aktif dalam konsultasi kebijakan dan investasi melalui Tony Blair Institute for Global Change, yang bekerja sama dengan berbagai negara berkembang dalam reformasi ekonomi.
Selain itu, Blair memiliki kedekatan dengan investor institusional global, termasuk Sovereign Wealth Funds (SWF) besar dari Timur Tengah seperti Abu Dhabi Investment Authority (ADIA) dan Saudi Public Investment Fund (PIF).
“Kami menilai, kehadirannya di Danantara berpotensi mempercepat kemitraan dengan SWF asing, menarik lebih banyak modal, dan memperkuat diplomasi ekonomi Indonesia dengan negara-negara Barat maupun Timur Tengah,” jelas Felix dalam risetnya.
Danantara Termasuk 10 SWF Terbesar di Dunia
Sovereign Wealth Fund (SWF) atau dana investasi negara pada dasarnya adalah instrumen keuangan yang digunakan Pemerintah untuk mengelola kekayaan nasional dengan tujuan investasi jangka panjang.
Peringkat | Nama SWF | Negara | Total Aset |
1 | Norway Government Pension Fund Global | Norwegia | US$1,80 Triliun |
2 | China Investment Corporation | China | US$1,33 Triliun |
3 | SAFE Investment Company | China | US$1,09 Triliun |
4 | Abu Dhabi Investment Authority | Uni Emirat Arab | US$1,06 Triliun |
5 | Kuwait Investment Authority | Kuwait | US$0,98 Triliun |
6 | Public Investment Fund of Saudi Arabia | Arab Saudi | US$0,93 Triliun |
7 | Danantara Indonesia | Indonesia | US$0,90 Triliun |
8 | GIC Private Limited | Singapura | US$0,80 Triliun |
9 | Qatar Investment Authority (QIA) | Qatar | US$0,53 Triliun |
10 | Hong Kong Monetary Authority Investment Portflolio | Hong Kong | US$0,51 Triliun |
Sumber: Riset Panin Sekuritas
Mencermati lebih jauh, SWF terbesar di dunia adalah Norway Government Pension Fund Global dari negara di Eropa, Norwegia, dengan total aset dan dana kelolaan mencapai US$1,80 triliun, yang utamanya didanai dari pendapatan minyak dan gas negara tersebut.
Kemudian China memiliki dua SWF besar, yakni China Investment Corporation (US$1,33 triliun) dan SAFE Investment Company (US$1,09 triliun), yang berfokus pada diversifikasi aset global untuk mendukung stabilitas ekonomi China.
Menyusul Abu Dhabi Investment Authority (US$1,06 triliun) dari Timur Tengah negara Uni Emirat Arab juga masuk dalam jajaran teratas, didanai oleh pendapatan minyak dan gas, dengan investasi luas di real estate, ekuitas, dan obligasi global.
Sementara itu, yang jadi perhatian pasar, Danantara Indonesia masuk dalam peringkat ke 7 dengan total aset mencapai US$0,90 triliun.
“Posisi ini menempatkan Danantara setara dengan Public Investment Fund (PIF) dari Arab Saudi (US$0,93 triliun) dan lebih besar dari GIC Private Limited Singapura (US$0,80 triliun),” tulis Felix.
SWF lainnya dalam daftar ini termasuk Kuwait Investment Authority (US$0,98 triliun), Qatar Investment Authority (US$0,53 triliun), dan Hong Kong Monetary Authority Investment Portfolio (US$0,51 triliun).
Mayoritas SWF terbesar di dunia mengelola kekayaan dari sumber daya alam seperti minyak dan gas atau dari surplus Neraca Perdagangan, dan mereka berperan penting dalam mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang negara masing-masing melalui investasi strategis di berbagai sektor, termasuk infrastruktur, teknologi, dan energi.
Namun memang tak dapat dipungkiri, pasar tampaknya masih skeptis terhadap dampak nyata dari Danantara, terutama terkait tata kelola, transparansi, dan efektivitas investasi.
“Investor global masih menunggu kepastian lebih lanjut, khususnya terkait bagaimana Danantara akan mengelola aset BUMN tanpa mengganggu stabilitas keuangan dan kebijakan dividen. Jika investor melihat Danantara hanya sebagai alat intervensi Pemerintah tanpa strategi investasi yang jelas, IHSG bisa tetap tertekan dalam jangka pendek hingga ada bukti konkret dari manfaatnya,” mengutip riset yang sama.
(fad/aji)