Gede menyarankan, OJK bisa menjatuhkan sanksi sampai pencabutan izin pada bank-bank yang telah berani melakukan pelanggaran kredit fiktif tersebut. Supaya, bank bisa meraih kembali kepercayaan publik untuk menabung di tempat itu.
Hal yang sama juga disampaikan Pengamat Ekonomi SigmaPHI Indonesia Hardy R Hermawan, bahwa OJK perlu melakukan investigasi mendalam serta wajib mengawasi secara ketat bank-bank yg ada.
"Bahkan bila perlu melakukan investigasi secara mendalam pada kredit-kredit yang sudah dan akan disalurkan perbankan," kata Gede pada Bloomberg Technoz.
Investigasi yang bisa dilakukan OJK seperti, keabsagan dokumen agunan yang diberikan. Kemudian, keterlibatan pejabat bank, struktur perusahaan nominee, serta aliran dana kredit yang dicairkan. Selanjutnya, kerugian yang ditimbulkan dan potensi pemulihan aset.
Jika terbukti, lanjut dia, kasus ini dapat menjadi skandal besar yang melibatkan tindak pidana perbankan, pemalsuan, penggelapan, pencucian uang, hingga korupsi.
"Pastikan kasus ini benar-benar dituntaskan melalui penegakan hukum setegas-tegasnya ke semua yang terlibat. Jika hukum ditegakkan benar, saya kira itu akan menimbulkan efek gentar buat para bankir yang akan berbuat lancung," tegasnta.
Menurut Hardy, OJK juga perlu menelusuri kemungkinan adanya indikasi modus serupa di bank-bank lain, yang menunjukkan praktik korupsi. Tak salah, jika ke depannya OJK dapat menerapkan aturan verifikasi berlapis dalam setiap pengajuan kredit, termasuk audit otomatis berbasis data.
Lalu, memperketat pengawasan terhadap perbankan daerah, terutama dalam pemberian kredit berbasis invoice dan SPK yang rentan manipulasi. Memperkuat sistem whistleblower dan memberi insentif memadai bagi pegawai bank yang melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang juga bisa meminimalisir kejadian serupa terulang kembali.
"Penggunaan Bigdata dan AI bisa memperkuat keamanan perbankan jika diterapkan dengan benar, terutama dalam deteksi fraud, verifikasi dokumen, dan manajemen risiko kredit. Namun, AI juga membawa risiko baru yang harus diantisipasi, seperti potensi manipulasi data dan serangan cyber," pungkasnya.
(lav)