Analisis mereka mengungkapkan bahwa virus ini termasuk dalam garis keturunan coronavirus yang berbeda, yang mencakup virus penyebab sindrom pernapasan Timur Tengah (MERS), tetapi hanya memiliki hubungan jauh dengan SARS-CoV-2, strain coronavirus yang menyebabkan pandemi Covid-19.
Yang menarik, strain HKU5-CoV-2 dapat memasuki sel manusia dengan cara mengikat reseptor ACE2 — sebuah protein yang terdapat di permukaan banyak sel — meniru mekanisme yang digunakan oleh SARS-CoV-2 untuk menginfeksi sel, bereplikasi, dan menyebar. Eksperimen laboratorium menunjukkan bahwa HKU5-CoV-2 juga dapat menginfeksi berbagai jenis mamalia, menyoroti potensinya dalam penularan antarspesies.
Penelitian ini dipimpin oleh ahli virologi Shi Zheng-Li, yang dikenal atas pekerjaannya dalam studi virus kelelawar, dan fasilitasnya, yang sebelumnya menghadapi tuduhan terkait peran sentral dalam kemunculan SARS-CoV-2.
Seberapa Besar penularan HKU5-CoV-2 terhadap manusia?
Belum jelas. Meskipun HKU5-CoV-2 dapat menginfeksi sel manusia, ini tidak serta-merta berarti virus ini dapat menular secara efisien dari manusia ke manusia, dan saat ini tidak ada bukti bahwa virus ini telah menginfeksi manusia. Para peneliti masih perlu menentukan seberapa luas penyebaran strain ini di alam — termasuk apakah virus ini mungkin ada pada hewan buruan atau ternak yang dapat berperan sebagai perantara ke manusia.
Meskipun HKU5-CoV-2 kini menjadi perhatian para ilmuwan, ada kemungkinan bahwa virus lain yang lebih berbahaya justru menimbulkan risiko lebih besar. Kelelawar menjadi inang bagi berbagai jenis coronavirus dan berfungsi sebagai reservoir alami bagi virus seperti MERS, SARS-CoV-1 — strain coronavirus yang menyebabkan wabah SARS 2002-2004 — dan SARS-CoV-2.
Faktanya, sebuah studi tahun 2021 menemukan bahwa puluhan ribu orang di Asia Tenggara mungkin terinfeksi coronavirus hewan setiap tahunnya, dengan sebagian besar kasus tidak terdeteksi karena hanya menyebabkan gejala ringan atau tanpa gejala.
Penelitian lanjutan sangat penting untuk memahami sepenuhnya potensi dampak HKU5-CoV-2 terhadap kesehatan manusia.
Apakah akan ada pandemi baru?
Ya. Risiko penyebaran penyakit baru secara global meningkat di era modern akibat lonjakan perjalanan udara dan perdagangan internasional. Jumlah perjalanan penumpang melalui udara lebih dari dua kali lipat sejak awal abad ini, mencapai sekitar 4,5 miliar pada 2019 — sebelum pandemi menghantam sektor perjalanan dan pariwisata.
Yang paling mengkhawatirkan adalah patogen yang dapat menular secara efektif melalui udara, seperti SARS-CoV-2 dan influenza, yang merupakan penyebab pandemi paling umum. Meskipun sebagian besar ilmuwan berpendapat bahwa bukti menunjukkan Covid-19 berasal dari spillover alami SARS-CoV-2 dari satwa liar, kemungkinan asal-usul dari laboratorium belum sepenuhnya disingkirkan, terutama di tengah kekhawatiran bahwa semakin banyak fasilitas yang menangani patogen menular dapat meningkatkan risiko pelepasan tidak sengaja.
Para ilmuwan juga khawatir bahwa kemajuan dalam kecerdasan buatan dapat disalahgunakan untuk merancang virus berbahaya.
Dari mana HKU5-CoV-2 berasal?
Patogen baru yang menyebabkan penyakit pada manusia telah diidentifikasi dengan rata-rata lebih dari tiga kasus per tahun selama empat dekade terakhir. Sekitar 75% dari penyakit ini berasal dari hewan — sebuah fenomena yang dikenal sebagai zoonosis.
Sebagai contoh, burung air berfungsi sebagai inang reservoir alami bagi virus influenza; mereka dapat membawa virus tanpa jatuh sakit, sehingga mempertahankan sumber infeksi yang dapat menyebar ke spesies lain.
Demikian pula, kelelawar diketahui menjadi inang bagi virus seperti Ebola, Hendra, dan Nipah. Koloni mereka yang besar dan padat memfasilitasi pertukaran virus, dan mereka dapat menularkan patogen ini melalui darah, air liur, urine, dan feses.
Perambahan manusia ke habitat alami semakin meningkatkan peluang bagi virus-virus ini untuk melompat dari hewan ke manusia.
Apa yang mendorong munculnya Zoonosis?
Para peneliti telah mengidentifikasi sejumlah faktor yang meningkatkan potensi terjadinya spillover, yaitu ketika suatu patogen melompat ke spesies lain:
Perambahan ke ekosistem alami. Seiring dengan bertambahnya populasi dunia, manusia telah mengambil alih wilayah liar dengan cepat. Sejak 1990-an, luas wilayah yang bebas dari gangguan manusia telah berkurang lebih dari 3 juta kilometer persegi (1,16 juta mil persegi) — empat kali ukuran Texas. Pemukiman baru serta aktivitas seperti penebangan dan pertambangan membuat manusia semakin dekat dengan hewan liar.
Konsumsi satwa liar. Perdagangan hewan liar, terutama untuk konsumsi makanan, semakin meningkat. Di beberapa pasar hewan hidup, hewan domestik dan liar dikurung berdekatan dan disembelih dalam kondisi yang tidak higienis. Pasar hewan hidup di China dikaitkan dengan kemunculan SARS-CoV-1 dan SARS-CoV-2.
Urbanisasi. Sekitar 55% populasi dunia tinggal di daerah perkotaan, dibandingkan dengan 34% pada tahun 1960. Perluasan kota menciptakan habitat baru bagi berbagai satwa liar, termasuk tikus, monyet, burung, dan rubah — hewan-hewan yang dapat bertahan hidup dari limbah makanan manusia.
Peternakan intensif. Patogen dari hewan liar terkadang berpindah ke manusia melalui hewan ternak. Seperti halnya manusia, penempatan banyak sapi, babi, atau ayam dalam jarak dekat meningkatkan risiko penyebaran penyakit. Penggunaan antibiotik untuk mempercepat pertumbuhan hewan juga dapat mendorong munculnya patogen yang kebal terhadap pengobatan.
Perubahan iklim. Peningkatan suhu telah memperluas jangkauan nyamuk, kutu, dan lalat pengisap darah yang menyebarkan penyakit. Spesies ini dapat bertahan lebih lama, sehingga meningkatkan penyebaran penyakit seperti Lyme, hepatitis E, demam dengue, dan virus West Nile.
Cara mencegah pandemi?
Pandemi Covid-19 telah mendorong pengembangan berbagai alat inovatif untuk memantau dan mencegah penyakit menular, seperti tes cepat mandiri, pengawasan air limbah, dan vaksin mRNA. Pandemi ini juga meningkatkan kesadaran akan risiko yang terkait dengan peternakan intensif dan konsumsi hewan eksotis — seperti cerpelai, musang, dan anjing rakun — yang dapat menjadi inang bagi patogen seperti coronavirus dan influenza.
Langkah pencegahan tambahan mencakup memperkuat regulasi perdagangan satwa liar, meningkatkan sistem peringatan dini global, serta menerapkan pendekatan One Health yang mengintegrasikan kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan untuk mengurangi risiko di masa depan.
(bbn)