Bloomberg Technoz, Jakarta - Para pemodal asing tak berhenti melakukan aksi jual terhadap saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) sepanjang tahun ini.
Pada perdagangan hari Senin ketika Presiden Prabowo Subianto meresmikan pendirian Badan Pengelola Investasi Danantara Indonesia, superholding BUMN yang mengelola aset lebih dari Rp14.000 triliun itu, asing menjual saham dari pasar domestik sebesar Rp3,47 triliun.
Itu menjadi nilai penjualan saham oleh asing dalam sehari, yang terbesar dalam 8 bulan terakhir, seperti data yang dikompilasi oleh Bloomberg.
Arus jual saham oleh investor asing yang tak terhenti itu, telah mengantarkan nilai penjualan bersih saham oleh para investor nonresiden sepanjang tahun ini, telah menembus US$ 930,8 juta year-to-date.
Dengan kurs JISDOR BI terakhir di level Rp16.303/US$, nilai penjualan itu setara dengan Rp15,17 triliun.
Penjualan saham oleh pemodal asing di pasar domestik, makin 'menggila' selama Februari ini di mana sampai perdagangan kemarin saja, nilai net sell telah mencapai Rp11,43 triliun.
Minat asing yang makin kusut terhadap saham-saham dalam negeri, dipengaruhi oleh makin turunnya penilaian para pengelola dana global terhadap pamor saham domestik.
Yang terbaru, Morgan Stanley menurunkan peringkat bagi saham-saham di bursa Indonesia dari 'equal weight' menjadi 'underweight'.
Mengacu Bloomberg, penurunan rekomendasi itu dilatarbelakangi oleh penilaian bahwa tingkat return on equity saham-saham di bursa domestik menunjukkan momentum penurunan terutama karena memburuknya lingkungan pertumbuhan domestik.
Indikator ekonomi Indonesia terkini menunjukkan kurangnya momentum pertumbuhan dan alasan utamanya adalah siklus belanja modal di Indonesia yang 'jauh lebih lemah', menurut Ahli Strategi Morgan Stanley Jonathan Garner, dikutip Selasa (25/2/2025).
"Investasi terhadap PDB bergerak sideways sepanjang tahun 2025, berkisar 29% PDB dibandingkan rata-rata 32% pada periode sebelum pandemi Covid-19. Hal itu kemungkinan berarti berkurangnya penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan pendapatan," jelas Garner.
Morgan Stanley memperingatkan agar investor tetap berhati-hati terhadap prospek pembalikan jangka pendek dan secara umum lebih memilih eksposur di pasar lain di ASEAN.
Prospek Domestik Suram
Sejatinya, berbagai indikator kelesuan ekonomi domestik sudah banyak mengemuka. Yang terbaru adalah alarm dari data kinerja perdagangan RI pada Januari.
Neraca dagang RI pada Januari mencetak surplus melampaui capaian bulan sebelumnya dan lebih baik ketimbang perkiraan pasar yang menebak akan ada penurunan.
Surplus neraca dagang pada Januari mencapai US$ 3,45 miliar, lebih tinggi dibanding capaian akhir tahun sebesar US$ 2,24 miliar, dan melampaui ekspektasi pasar.
Namun, nilai surplus yang lebih besar itu adalah karena laju impor yang terkontraksi ketika kinerja ekspor pada Januari juga lebih kecil dibanding perkiraan pasar.
Capaian kinerja impor pada Januari justru memperkuat indikasi terjadinya tekanan konsumsi domestik, yang diduga mulai menjalar pada kinerja produksi manufaktur yang melemah seperti ditunjukkan dari perlambatan belanja barang perantara.
Sebagai gambaran, laju impor terkontraksi dengan pertumbuhan negatif 2,67%, setelah bulan sebelumnya membukukan kenaikan 11,06%.

Bila diamati lebih dalam, tercatat bahwa penyebab kontraksi impor adalah dua hal.
Yaitu aktivitas konsumsi domestik yang lebih lemah dibanding tahun sebelumnya. Pada Januari 2025, impor barang konsumsi Indonesia terkontraksi hingga 7,16%. Itu adalah kontraksi terdalam impor barang konsumsi sejak Agustus 2024 lalu.
Hal lain adalah perlambatan aktivitas pembelian untuk produksi manufaktur yang terlihat dari kontraksi impor barang perantara [intermediary goods] sebesar 3,15% year-on-year setelah bulan lalu masih tumbuh positif 8,84%.
Bukan cuma itu. Impor barang modal juga anjlok meski masih positif, yaitu hanya tumbuh 1,75% setelah pada Desember naik 19,59%.
Kinerja positif impor barang modal meski angkanya susut, kemungkinan karena kuatnya pertumbuhan ekspor manufaktur pada saat yang sama, yakni tumbuh 14,02% bulan lalu dibandingkan Januari 2024 yang terkontraksi 4,03%.
"Fakta itu menunjukkan bahwa produsen dalam negeri masih yakin dengan kuatnya permintaan eksternal [ekspor] sehingga melakukan investasi berkelanjutan pada kapasitas produksi," kata Lionel Priyadi dan Muhammad Haikal dari Mega Capital Indonesia.
Ekspor RI pada Januari hanya tumbuh 4,68%, turun dibanding Desember yang tumbuh 4,78%. Kinerja ekspor juga di bawah ekspektasi pasar yang memperkirakan akan ada pertumbuhan hingga 7,40%.
-- update grafik ekspor impor Januari.
(rui/aji)