Logo Bloomberg Technoz

“Ini bisa memperlambat upaya Indonesia dalam meningkatkan kapasitas pengolahan nikel domestik menjadi produk bernilai tambah, seperti baterai dan stainless steel, yang menjadi salah satu pilar hilirisasi nikel,” jelasnya.

Kedua, memicu kekhawatiran investor lain. Dalam kaitan itu, jika perusahaan besar seperti PT GNI yang didukung oleh investor China menghadapi masalah, investor lain—baik lokal maupun asing — rawan tersengat sentimen negatif terkait dengan stabilitas investasi di sektor nikel Indonesia.

Djoko menyebut beberapa investor mungkin akan lebih berhati-hati atau bahkan menunda keputusan untuk berinvestasi dalam pembangunan smelter baru atau proyek hilirisasi lainnya.

Keterlibatan China

Ketiga, pengaruh terhadap rantai pasok dan keterlibatan industri China. Seperti diketahui, China merupakan pemain utama dalam rantai pasok nikel Indonesia, baik dalam hal pendanaan maupun teknologi untuk smelter. 

Jika perusahaan China lainnya merasa khawatir atau terganggu oleh masalah di GNI, mereka mungkin akan mengevaluasi kembali keikutsertaan mereka dalam sektor hilirisasi nikel.

“Di sisi lain, ada kemungkinan juga bahwa investor lain dari China yang lebih mapan akan mengambil alih sebagian proyek [GNI] yang terganggu, mengingat pentingnya Indonesia bagi industri nikel global,” terangnya.

Keempat, Djoko menilai Pemerintah Indonesia sangat fokus pada hilirisasi mineral dan telah mengambil langkah-langkah besar untuk mendorong industri ini dengan kebijakan larangan ekspor bijih nikel sejak 2020. 

Untuk itu, lanjutnya, meskipun ada masalah dengan beberapa investor, pemerintah kemungkinan besar akan terus mendukung sektor hilirisasi dan mencari investor alternatif untuk menggantikan atau membantu memitigasi dampak penutupan proyek besar seperti GNI.

“Kemungkinan besar pemerintah juga akan menawarkan insentif tambahan atau fasilitas lainnya untuk menjaga momentum hilirisasi nikel,” ujarnya.

Kelima, potensi dampak terhadap proyek baterai listrik. Djoko menjelaskan China merupakan pemain utama dalam industri baterai untuk kendaraan listrik atau electric vehicle (EV), yang sangat bergantung pada pasokan nikel. 

Jika hilirisasi nikel di Indonesia terganggu, sambungnya, suplai bahan baku untuk baterai bisa terhambat, yang pada ujungnya bisa memengaruhi industri EV baik di China maupun global.

Di sisi lain, Indonesia—yang sedang berusaha membangun ekosistem baterai mobil listrik dengan melibatkan beberapa investor besar — bisa melihat penurunan minat atau penundaan proyek-proyek tersebut.

Keenam, adaptasi industri. Menurut Djoko, meski ada potensi hambatan, Indonesia juga memiliki kekuatan dalam hal cadangan nikel yang sangat besar. 

Hal ini membuat sektor nikel tetap menarik bagi investor global, tidak hanya dari China, tetapi juga dari negara lain yang melihat Indonesia sebagai tempat strategis untuk menambah pasokan nikel untuk teknologi masa depan.

“Secara keseluruhan, meskipun masalah di perusahaan seperti GNI bisa memberi dampak pada hilirisasi nikel Indonesia dalam jangka pendek, sektor ini sangat vital untuk Indonesia dan tetap menarik bagi banyak investor global,” terangnya.

“Hilirisasi nikel di Indonesia mungkin akan sedikit terpengaruh, tetapi kemungkinan besar tidak akan terhenti karena sektor ini sudah menjadi prioritas utama dalam kebijakan pemerintah dan bagian dari upaya memperkuat ekonomi domestik.”

Konstruksi proyek nikel PT Gunbuster Nickel Industry./dok. GNI

Risiko Bisnis

Dihubungi secara terpisah, Peneliti Senior Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia Deni Friawan juga tidak menampik bahwa masalah yang melanda smelter PT GNI bisa berpengaruh pada hilirisasi nikel, meski tidak signifikan.

“Memang risiko penutupan ini akan berpengaruh ke keberlanjutan hilirisasi, tetapi menurut saya pengaruhnya gak akan besar. Ini hanya dinamika bisnis dan investasi yang biasa saja. Paling akan membuat investor China lebih berhati-hati saja atau berkurang di sektor hilirisasi ini,” ujar Deni.

Kementerian Investasi dan Hilirisasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat investasi hilirisasi pada 2024 mencapai Rp407,8 triliun atau 23,8% dari total realisasi investasi. Hilirisasi sektor mineral, khususnya smelter nikel, memberikan kontribusi terbesar.

Investasi untuk smelter mencapai Rp245,2 triliun. Perinciannya smelter nikel Rp153,2 triliun, tembaga Rp68,5 triliun, bauksit Rp21,8 triliun, dan timah Rp1,6 triliun.

Baru-baru ini, GNI—yang berafiliasi dengan raksasa baja nirkarat China yang bangkrut Jiangsu Delong Nickel Industry Co — dikabarkan menunda pembayaran kepada pemasok lokal sehingga tidak dapat memperoleh bijih nikel.

Para narasumber Bloomberg menyebut smelter GNI di Morowali Utara, Sulawesi Tengah tersebut kemungkinan akan segera menghentikan produksi jika situasi terus berlanjut. Gunbuster tidak membalas permintaan tanggapan dari Bloomberg.

Smelter Gunbuster mampu mengolah 1,9 juta ton bijih nikel per tahun. Namun, menurut narasumber-narasumber tersebut, perseroan telah menutup semua kecuali beberapa dari lebih dari 20 jalur produksinya sejak awal tahun ini.


-- Dengan asistensi Pramesti Regita Cindy dan Mis Fransiska Dewi

(wdh)

No more pages