Tentu saja, kenaikan harga tiket yang terbilang tinggi itu memberatkan sebagian besar penumpang KA Argo Parahyangan. Terlebih, penumpang KA tersebut kebanyakan adalah pekerja dan mahasiswa yang rutin bepergian setiap pekan atau bulan.
“Naiknya banyak banget, kalau begini ya pilih naik travel saja lah yang enggak sampai Rp200.000 [harga tiketnya]. Enggak kira-kira naiknya ini,” kata Arya Wibowo, mahasiswa di salah satu perguruan tinggi negeri di Bandung kepada Bloomberg Technoz, Senin (15/5/2023).
Arya menyebut dirinya selama ini menggunakan KA Argo Parahyangan lantaran ketepatan waktunya. Selain itu, pilihan waktu keberangkatan juga menjadi pertimbangannya.
“Ada sih kereta yang murah, tetapi pilihan jam terbatas dan rebutan juga. Sering enggak dapat. Keretanya itu berangkat dari Garut sama Purwokerto kalau enggak salah,” ujarnya.
Sebagai catatan, KA yang dimaksud Arya adalah KA Cikuray untuk rute Jakarta—Garut PP dan KA Serayu untuk rute Jakarta—Purwokerto. Keduanya merupakan KA ekonomi yang tiketnya disubsidi atau KA Public Service Obligation (PSO).
Keluhan juga diungkapkan oleh Wahyu Yudha yang rutin menggunakan KA Jakarta—Surabaya PP. Dia menyebut kenaikan harga tiket KA cukup memberatkan bagi dirinya yang harus bolak-balik setiap pekan.
“Wah berat ini, [kelas] ekonomi saja harganya udah ngalahi bus eksekutif kok. Ini bukan ekonomi subsidi ya, kalau ekonomi subsidi ini jam [berangkat dan tibanya] enggak bersahabat sama pekerja yang ngelaju tiap minggu. Kesiangan sampai Jakarta. Terlalu cepat juga berangkat dari Jakarta,” ujarnya kepada Bloomberg Technoz.
Penjelasan KAI
Menanggapi keluhan tersebut, Vice President Public Relations KAI Joni Martinus mengatakan harga tiket KA komersial yang mengalami kenaikan saat ini sifatnya fluktuatif. Harga tiket KA tersebut menyesuaikan dengan permintaan masyarakat.
“Tarifnya juga kami pastikan selalu berada dalam Tarif Batas Bawah [TBB]-Tarif Batas Atas [TBA] yang telah ditetapkan. Penentuan harga tiket KA Komersial berbeda dengan kereta api yang bersifat KA yang PSO tarifnya selalu tetap sesuai dengan tarif yang telah ditentukan oleh pemerintah,” katanya ketika dihubungi oleh Bloomberg Technoz.
Lebih lanjut, Joni menjelaskan harga tiket KA komersial ditentukan berdasarkan sejumlah variabel. Namun, Joni enggan memberikan perincian lebih lanjut mengenai variabel tersebut.
“Dalam penetapan suatu tarif kereta api tentunya ada beberapa pertimbangan terkait variabel cost produksi operasional,” tegasnya.
Salah satu di antara variabel tersebut yang mengalami kenaikan adalah adalah track access charge (TAC). TAC merupakan biaya sewa yang harus dibayar oleh operator perkeretaapian atas penggunaan prasarana perkeretaapian yang dimiliki negara.
Tahun ini, Kementerian Perhubungan menetapkan TAC yang harus dibayarkan oleh KAI dan anak-anak usahanya sebesar Rp2,4 triliun, naik hingga lebih dari enam kali lipat dari tahun lalu sebesar Rp388 miliar.
Terkait dengan keluhan kenaikan harga tiket KA komersial, Joni menyebut KAI menyiapkan sejumlah alternatif, mulai dari mengadakan program promosi, tarif khusus untuk rute dan kelompok penumpanh tertentu.
Selain itu, KAI juga menjual tiket ke berbagai tujuan dalam berbagai kelas dan subkelas menyesuaikan kebutuhan pengguna layanan.
“Tarif Khusus di mana pelanggan dapat membeli tiket dengan tarif lebih murah khusus untuk rute dan KA-KA tertentu. Tiket tersebut dapat dibeli melalui aplikasi KAI Access atau loket stasiun mulai 2 jam sebelum keberangkatan,” tuturnya.
(rez/wdh)