Sebagai salah satu ekonomi terbesar di Asia, Korsel masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil. Negara ini menargetkan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 40% dari level 2018 pada akhir dekade ini, meskipun target ini masih tertinggal dibandingkan negara lain. Selain itu, Korsel juga belum menyerahkan pembaruan target iklimnya ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Februari lalu, meskipun Mahkamah Konstitusi tahun lalu menetapkan bahwa kurangnya rencana iklim bertahap dari 2030 hingga 2050 adalah tindakan inkonstitusional.
Dalam rencana terbaru ini, penggunaan batu bara dan gas alam cair (LNG) akan terus dikurangi. Kementerian Energi memperkirakan bahwa pada 2038, LNG akan menyumbang sekitar 11% produksi listrik nasional, sementara batu bara hanya 10%.
Selain itu, Korsel juga berencana menggunakan hidrogen dan amonia sebagai bahan bakar campuran dalam pembangkit listrik tenaga batu bara yang ada. Kedua bahan bakar ini diproyeksikan akan menyumbang lebih dari 6% dalam bauran energi nasional pada 2038.
(bbn)