Saat ini, pasokan bijih bagi industri smelter di Indonesia dikabarkan telah ketat selama hampir setahun akibat kurangnya kuota penambangan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Hal itu memperburuk kesulitan Gunbuster, yang sudah menderita akibat keruntuhuan induknya Delong. Bisnisnya telah menderita akibat perlambatan ekonomi China dan persaingan ketat dari Tsingshan Holding Group, yang juga memiliki operasi besar di Indonesia.
Restrukturisasi Utang
Krisis yang menimpa Jiangsu Delong pada tahun lalu ramai diperbincangkan setelah grup konglomerat itu mengajukan permintaan restrukturisasi utang oleh salah satu krediturnya ke pengadilan China pada Juli.
Jiangsu Delong diketahui memiliki sejumlah unit bisnis smelter nikel dan pabrik baja nirkarat di Indonesia, seperti PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), PT Obsidian Stainless Steel (OSS) di Konawe dan Sulawesi Tenggara, serta PT Gunbuster Nickel Industri (GNI) di Morowali, Sulawesi Tengah.
Raksasa komoditas asal China ini dibangun oleh Dai Guo Fang, seorang pengusaha logam legendaris, pada 2010 dengan lebih dari 10.000 karyawan.
Jiangsu Delong memiliki kapasitas tahunan untuk membuat lebih dari 10 juta ton baja nirkarat dan produk paduan lainnya dari pabrik-pabrik di China dan Indonesia, tetapi banyak operasinya menghadapi kendala akibat turunnya harga nikel.

Adapun, Jiangsu Delong menerapkan keahlian signifikan dari smelter nikel dengan teknologi rotary kiln-electric furnace (RKEF) di kompleks industri miliknya di China.
Untuk diketahui, smelter RKEF menghasilkan nickel pig iron (NPI) dan feronikel sebagai bahan baku komoditas besi dan baja nirkarat. Smelter nikel RKEF membutuhkan bijih nikel kadar tinggi (saprolite) sebagai bahan bakunya.
Sebelum Indonesia menerapkan larangan ekspor bijih nikel pada 1 Januari 2020, Jiangsu Delong memproses bijih nikel yang diimpor dari Filipina dan Indonesia menjadi feronikel dengan metode peleburan dan pemurnian dan memiliki kapasitas tahunan 1 juta ton besi nikel.
PSN Gunbuster
Jiangsu Delong mulai masuk dan memiliki unit bisnis di Indonesia, salah satunya Gunbuster Nickel Industry.
Saat meresmikan GNI di Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah, Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi) menggarisbawahi perusahaan dari luar negeri memang tidak memiliki pilihan selain harus membangun industri di Indonesia untuk bisa memanfaatkan dan mengolah bijih nikel usai larangan ekspor tersebut.
Menyadur pernyataan dalam laman resmi perusahaan, GNI merupakan perusahaan pengolahan dan pemurnian atau smelter bijih nikel yang berdiri sejak 2019.
Tak pelak, proyek ini juga masuk dalam proyek strategis nasional (PSN) berdasarkan Peraturan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian No. 7/2021 tentang Perubahan Daftar Proyek Strategis Nasional, dan tergabung dalam proyek bersama Virtue Dragon Nickel Industry.

Operasi GNI terletak di di Desa Bunta, Kecamatan Petasia Timur, Kabupaten Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Dengan menggunakan teknologi pirometalurgi atau RKEF, smelter GNI memiliki kapasitas produksi 1,9 juta NPI per tahun.
Selain itu, perusahaan menghasilkan produk feronikel yang kemudian diolah menjadi bahan baku yang digunakan untuk produksi baja nirkarat dan industri besi paduan nikel.
GNI juga berkolaborasi dengan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), yang merupakan anggota holding badan usaha milik negara (BUMN) sektor pertambangan, PT Mineral Industri Indonesia (MIND ID).
Kerja sama tersebut dilakukan dengan adanya perjanjian pendahuluan atau head of agreement (HoA) kedua perusahaan dengan 1 perusahaan lain bernama Alchemist Metal Industry Pte Ltd pada Mei 2021, yakni untuk pengembangan bisnis smelter di kawasan Konawe Utara dan Morowali Utara.
Selain GNI, Jiangsu Delong juga memiliki 2 unit bisnis lainnya di Indonesia, yakni Obsidian Stainless Steel (OSS) dan VDNI di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara.
Smelter GNI melengkapi lini produksi yang sebelumnya dilakukan di smelter OSS, yang merupakan smelter penghasil feronikel dengan kapasitas produksi 2,2 juta ton/tahun dan billet stainless steel dengan kapasitas produksi 3 juta ton/tahun.
Sementara itu, VDNI merupakan smelter penghasil feronikel dengan kapasitas produksi 1 juta ton/tahun.
Kemenko Perekonomian melaporkan OSS, VDNI, dan GNI secara total telah menggelontorkan investasi senilai US$8 miliar, dengan penyerapan tenaga kerja lebih kurang 27.000 orang.
(wdh)