Padahal, bobot konstituen dari China yang menurut FTSE bursa sahamnya juga masih tahap berkembang, bobotnya sempat menyentuh hingga 40%. Ada juga India yang sempat menyentuh hingga 15% di dua indeks tersebut.
Idealnya, bobot konstituen saham perusahaan di Indonesia bisa lebih besar jika membandingkan skala ekonomi dari kedua negara tersebut.
"Ukuran ekonomi kita mungkin seperempat dari China atau India. Tapi kalau kita lihat, indeksnya kecil sekali saat ini," jelas Henry.
Berangkat dari kondisi tersebut, Henry berharap self regulatory organization (SRO) di Indonesia kembali mengkaji aturan free float saat ini.
Dengan begitu, pelaku pasar, terutama investor asing, juga akan makin tertarik untuk menanamkan uangnya ke saham-saham emiten di BEI.
"Itu juga otomatis pasif flow akan datang. Semoga regulasi free float bisa diperbaiki, bisa diperdalam. Tidak hanya dibawah 5% dianggap free float, didetailkan lagi," kata dia.
(dhf)