Bloomberg Technoz, Jakarta - Situasi ketidakpastian pasar yang masih tinggi di tengah menguatnya ekspektasi akan rezim higher for longer global, sejatinya memberikan peluang berinvestasi yang menarik bagi para investor yang mencari cuan stabil.
Ditambah lagi dengan masih adanya peluang penurunan bunga acuan domestik, membuat daya tarik investasi di instrumen pendapatan tetap seperti obligasi atau surat utang, menjadi lebih menjanjikan.
Handy Yunianto, Head of Fixed Income Research Division Mandiri Sekuritas, dalam paparannya di acara Bloomberg Economic Outlook 2025, hari ini (20/2/2025), mengatakan, investasi obligasi termasuk pilihan instrumen yang paling cuan ketika perekonomian terbekap Pandemi Covid-19 beberapa waktu lalu.
Obligasi memberikan cuan tetap berupa pendapatan kupon. Lalu, ketika perekonomian cenderung melambat, secara teoritis inflasi akan melemah sehingga suku bunga acuan berpeluang turun. Di kala bunga acuan landai, harga obligasi akan naik sehingga investor surat utang berpotensi juga mendapatkan capital gain dari kenaikan harga obligasi.
"Itu mungkin satu hal kenapa kami melihat justru dalam kondisi global seperti ini, obligasi akan menjadi salah satu pilihan investasi yang menarik," kata Handy.

Ketika perekonomian cenderung melambat, seperti yang terjadi di Indonesia dalam dua tahun terakhir, surat utang yang menarik menjadi pilihan adalah yang less risk seperti surat utang pemerintah. "Obligasi korporasi tentu pilih yang sektornya menarik dan dari sisi tenor tidak perlu terlalu panjang," jelas Handy.
Yield curve atau kurva imbal hasil juga perlu dicermati investor. "Misalnya, kita bicara kalau konteks global tingkat bunga tidak turun-turun, berarti yield curve-nya steepening. Maka, kita akan lebih condong memilih obligasi [bertenor] menengah ke bawah," kata Handy.
Dalam perdagangan hari ini, pergerakan yield surat utang negara di pasar sekunder cenderung bervariasi. Yield tenor pendek 2Y turun 3,9 basis poin ke level 6,381%. Sementara tenor panjang 10Y hanya turun 0,7 basis poin ke 6,784%.
Dalam sebulan terakhir, seperti dicatat data Bloomberg, semua tenor SUN mencatat penurunan imbal hasil, mengindikasikan kenaikan harga obligasi. Itu terutama karena terpicu penurunan BI rate pada Januari lalu sebesar 25 basis poin. Juga, penurunan yield instrumen moneter bank sentral, Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).
Penurunan yield terdalam dicatat tenor pendek 1Y, yaitu mencapai 52,3 basis poin dalam sebulan terakhir ke level 6,252%. Sementara tenor 2Y turun 48,7 basis poin ke level 6,381%.
Adapun tenor menengah 5Y sudah terpangkas 37,9 basis poin yield-nya 6,534%. Lalu, tenor 10Y turun 35 basis poin di level 6,784%. Dan tenor 20Y serta 30Y, dalam sebulan terakhir mencatat penurunan yield masing-masing 33,9 basis poin dan 20,5 basis poin.
(rui)