Salah satu sebab koreksinya saham UNVR yang begitu masif ialah efek secara langsung dari catatan fundamental dan sentimen yang negatif di pasar terhadap Perusahaan.
UNVR mencatatkan kinerja yang kurang memuaskan di sepanjang tahun 2024, di mana penjualan Unilever drop mencapai 9% yoy, jauh di bawah estimasi Analis dan juga konsensus pasar. Tren penurunan penjualan dan margin ini terus berlanjut dari tahun ke tahun.
Catatan negatif kinerja UNVR ditengarai akibat lemahnya daya beli masyarakat Indonesia dan terus berlanjutnya boikot terhadap merek-merek dari negara barat membebani penjualan Kuartal IV-2024.
Berdasarkan data keuangan Perusahaan, mengutip riset CGS International, penjualan dalam negeri bagi Unilever pada Kuartal IV-2024 turun 4% yoy, didorong oleh penurunan harga sebesar 2% yoy dan penurunan volume sebesar 2% yoy. Imbas bauran penjualan yang lebih tinggi dari produk dengan harga yang lebih rendah dengan margin yang lebih rendah, kenaikan biaya input, dan biaya restrukturisasi.
“Menurut kami, laba bersih tahun penuh 2025 mungkin masih akan turun 47% yoy karena margin yang lebih rendah secara struktural (seiring penurunan skala ekonomi) dan ketatnya persaingan. Oleh karena itu, kami telah memangkas proyeksi laba bersih tahun penuh 2025 sebesar 54% menjadi Rp1,79 trilliun minus 57% lebih rendah dari perkiraan konsensus terbaru,” papar riset Analis CGS International.
Atas dasar fundamental dan lemahnya daya beli, juga sentimen boikot, Analis CGS International mempertahankan rekomendasi Reduce saham UNVR. Ia menurunkan target harga menjadi Rp1.230/saham dari sebelumnya mencapai Rp1.720/saham.
“Potensi lemahnya daya beli di Kuartal I-2025 mungkin masih akan membebani penjualan, sebelum membaik di Kuartal II-2025,” mengutip dalam riset yang diterbitkan, Kamis (20/2/2025).
Mencermati sentimen valuasi pun saham Unilever (UNVR) masih terbilang mahal, setelah penyesuaian perhitungan pendapatan, UNVR diperdagangkan P/E FY25F yang relatif tinggi yaitu 30x, lebih tinggi dari rata rata sektor ini yang ‘hanya’ 17x. Berdasarkan DCF 15 tahun (WACC 7% dan LTG 2%), yang mengimplikasikan P/E FY25F 26x.
“De-rating catalysts:
- penurunan pendapatan yang memburuk akibat down-trading dan boikot yang masih berlangsung,
- GPM yang lebih rendah akibat pergeseran bauran produk, dan
- biaya restrukturisasi/transformasi,” jelasnya.
Selain itu, penurunan harga saham UNVR juga dipicu oleh dikeluarkannya saham ini dari dafar penyusun MSCI Index. Dikeluarkannya UNVR dari indeks ini memicu aksi jual oleh investor institusional yang mengacu pada indeks MSCI dalam strategi investasinya.
(fad/wdh)