Pada 8 September 2023, Indonesia dan Singapura sebenarnya sudah menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) untuk ekspor listrik bersih. Kesepakatan ini dipenggawai oleh Menteri ESDM saat itu, Arifin Tasrif.
Dari hasil kesepakatan itu, Indonesia sudah sepakat untuk melakukan pengiriman pertama yang semula dijadwalkan pada 2027 sebanyak 2 GW.
Nyaris setahun kemudian, Kemenko Marves yang waktu itu dipimpin Luhut pada Agustus 2024 memastikan rencana ekspor listrik rendah emisi melalui pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) ke Singapura pada akhir 2027 masih berjalan.
Asisten Deputi Industri Pendukung Infrastruktur Kemenko Marves Andi Yulianti Ramli saat itu mengatakan terdapat lima pengembang yang mendapatkan persetujuan bersyarat untuk ekspor listrik ke Singapura, dan tengah melakukan diskusi secara bisnis (business to business) dengan PT PLN (Persero).
Mereka a.l. konsorsium PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO), PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC), EDP Renewables (EDPR), Keppel Infrastructure, dan Vanda.
Dia juga mengatakan kapasitas ekspor listrik ke Singapura pada tahun pertama adalah sebesar 2 GW, yang berpotensi meningkat pada tahun berikutnya.
Dalam kaitan itu, salah satu peran dari PLN adalah memberikan daftar manufaktur yang menyediakan bahan baku untuk digunakan oleh pengembang untuk membangun solar farm, yang pada akhirnya bisa digunakan untuk ekspor listrik bersih ke Singapura.
Yulianti menguraikan manufaktur yang menyuplai bahan baku tersebut harus memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) 60% untuk melakukan eksporn listrik pada akhir 2027, yang nantinya bakal diverifikasi oleh Lembaga Verifikasi Independen (LVI).
“Ini proyekknya nanti gol mungkin akhir 2027, kita akan [meminta] untuk masuk [ekspor listrik] mulai tahun segini [TKDN] sudah harus 60%. Kementerian Perindustrian sedang membuat peta jalan TKDN solar panel, supaya ekosistemnya terbangun di Indonesia,” ujarnya.
Terpisah, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin ketika itu menyebut nilai investasi yang digelontorkan untuk ekosistem solar panel, termasuk solar farm, berpotensi mencapai US$50 miliar.
“US$50 miliar, termasuk solar farm, kalau dari sisi pembangunan bisa sampai 2027 hingga 2028,” ujarnya.

Ditahan Bahlil
Namun kini, kesepakatan ekspor listrik bersih ke Singapura ditinjau ulang oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia. Hingga saat ini, tidak ada tanda-tanda dia melunak kepada upaya lobi-lobi Negeri Singa.
Bahlil menyebut belum lama ini sudah bertemu lagi dengan pejabat tinggi Singapura untuk mendiskusikan kembali potensi Indonesia menyuplai listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) ke negara tetangga itu.
“Saya bilang, ‘Saya akan kirim. Kita bersahabat kok. Saking baiknya kita, kita dukung terus Singapura.’ Sekarang kita mau tanya, kapan dia dukung kita?” ujar Bahlil di sela Mandiri Investment Forum, Selasa (11/2/2025).
Bahlil mengatakan sebenarnya dia mau saja merestui pengiriman listrik bersih ke Singapura via Riau, serta menyetujui agar negara tersebut bisa menggunakan fasilitas tangkap-simpan karbon atau carbon capture and storage (CCS) di Indonesia untuk emisi dari industrinya.
“Oke, saya setuju juga. Akan tetapi, saya tanya, you kasih Indonesia apa? Jangan you minta aja, tetapi you enggak pernah kasih tahu apa yang mau dikasih ke kita,” tegas Bahlil.
“Jadi jangan dibangun persepsi bahwa seolah-olah enggak kita dukung. Bukan tidak didukung. Kita gendong ini Singapura, kita gendong dia. Cuma pada saat kita gendong, kita juga perlu lihat gelagatnya untuk dia menggendong kita. Nah kalau begitu berarti enggak win-win dong. Mudah-mudahan hasil pertemuan saya kemarin sudah sama-sama insaf, untuk perbaikan kerja sama antara kedua negara.”
Bahlil mengaku tidak memedulikan desakan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN untuk segera membuka ekspor listrik bersih ke Singapura, yang dinilai sebagai potensi bisnis yang menguntungkan bagi Indonesia.
Dia berkeras bahwa urusan membangun negara tidak sekadar menyangkut bisnis. Dengan kata lain, harus ada timbal balik yang diberikan Singapura kepada Indonesia jika ingin mendapatkan pasokan listrik bersih dari negara ini.
Makin cepat Singapura memberikan proposal investasinya untuk Indonesia, lanjut Bahlil, makin cepat pula Kementerian ESDM memberi lampu hijau bagi ekspor listrik bersih ke negara tersebut.
“Akan tetapi, jangan tanya terus tentang apa yang bapak minta. Kita maunya fair, supaya kita sama-sama jalan, kita sama-sama win-win dan manfaatnya semuanya untuk kedua belah negara,” tutur Bahlil.

Dalam berbagai kesempatan, Bahlil tidak segan menutupi pendiriannya untuk menentang ekspor listrik ke Singapura.
Pada November tahun lalu, Bahlil juga menegaskan wacana ekspor listrik bersih ke Singapura tidak bisa dilakukan secara sembrono, jika Indonesia tidak mendapatkan manfaat investasi dari Negeri Singa.
“Saya kan sudah katakan bahwa itu kita bicara g2g [government to government] dahulu. Kita kan bicara tentang kepentingan bangsa. Hari ini di dunia orang sudah bicara tentang green industry dan green energy,” ujarnya saat ditemui di kantornya.
“Nah, Indonesia harus memanfaatkan hal-hal yang tidak dimiliki oleh negara lain. Keunggulan komparatif termasuk di dalamnya EBT. Kita lagi mau bicarakan dahulu.”
Atas dasar itu, Kementerian ESDM belum akan memutuskan ihwal ekspor listrik bersih ke Singapura dalam waktu dekat. Menurutnya, konsep ekspor listrik tersebut juga masih dimatangkan oleh kementeriannya.
Akhir September tahun lalu, dia juga menyebut Kementerian ESDM menghendaki agar ekspor listrik EBT tetap sesuai dengan kepentingan nasional Indonesia.
“Kalau di Republik [Indonesia] belum cukup atau belum paten, ya kenapa harus kita kirim ke luar? Jadi jangan kita ini jadi follower orang gitu loh. Kita harus jadi lokomotif Asean, bukan follower Asean gitu,” ujar Bahlil dalam agenda Green Initiative Conference 2024.
Bagaimanapun, Bahlil memastikan kesepahaman ekspor listrik rendah emisi melalui PLTS ke Singapura tidak gagal walaupun terdapat kajian tersebut. Kendati demikian, Bahlil menggarisbawahi ekspor listrik ke Singapura masih sebatas nota kesepahaman atau MoU.
-- Dengan asistensi Dovana Hasiana
(wdh)