Bloomberg Technoz, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak volatile sejak pagi di mana pada pembukaan sempat menghijau pasca tergerus lebih dari 1% pada perdagangan Rabu. IHSG sempat menyentuh level 6.832, seperti ditunjukkan data Bloomberg.
Namun, jelang jam makan siang, IHSG berbalik arah kembali melemah. Indeks kehilangan 21,89 poin atau melemah 0,32% ke level 6.772,96 pada Kamis (20/2/2025) pada pukul 10.40 WIB.

Berdasarkan data perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI), volume perdagangan tercatat 9,23 miliar saham dengan nilai transaksi Rp5,4 triliun. Adapun frekuensi yang terjadi sebanyak 594.924 kali diperjualbelikan.
Sebanyak 316 saham melemah, dan 231 saham menguat, sementara, 220 saham tidak bergerak.
Pada perdagangan hari ini, Kamis (20/2/2025), BRI Danareksa Sekuritas menilai IHSG masih ada di Bearish, imbas rebound yang mulai tertahan di area resisten MA-20 di 6.925
“IHSG berpotensi kembali melanjutkan tren Bearish dengan support 6.679 dan 6.500,” sebut riset BRI Danareksa Sekuritas.
Phintraco Sekuritas juga memaparkan IHSG kembali ada di tren pelemahan, dengan berpotensi melanjutkan tren Bearish dengan support 6.679 dan 6.500.
“Secara teknikal IHSG masih berada di area overbought sehingga terdapat potensi untuk kembali melemah. Dengan demikian kami memperkirakan IHSG berpotensi uji area support 6.750–6.725 di Kamis,” mengutip riset Phintraco.
Panin Sekuritas juga menilai IHSG ada banyak dorongan untuk kembali tertekan di perdagangan hari ini yang disebabkan oleh tensi dagang yang meningkat seiring rencana duties yang akan diterapkan oleh Amerika Serikat, melemahnya Rupiah juga jadi sebab.
“Serta kembali outflow-nya dana asing,” papar Panin Sekuritas.
Sentimen bunga acuan
Suku bunga acuan masih jadi sentimen penggerak IHSG hari ini, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia BI yang diumumkan kemarin, hasilnya BI mempertahankan suku bunga tetap di 5.75% dengan Deposit Facility Rate sebesar 5.00% dan Lending Facility Rate sebesar 6.50%.
Selain itu, BI mencermati kebijakan suku bunga acuan The Fed yang diperkirakan hanya akan sekali pemangkasan suku bunga di awal Semester II-2025.
Mengingat Dollar Index (DXY) yang juga tetap kuat dengan menyentuh level tertinggi sebesar 109.77 dalam setahun di pasar spot yang memberi tekanan ke nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
BI pada saat ini memfokuskan pada stabilitas nilai tukar agar ekonomi terus bertumbuh disaat gejolak global terus berlangsung dengan operasi pasar terbuka di pasar Spot, Domestic Non Deliverable Forward (DNDF) dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
Terbaru, risalah rapat Bank Sentral AS (Federal Reserve/The Fed) mengisyaratkan mereka tak terburu-buru memangkas suku bunga acuan. Mengindikasikan tanda kehati-hatian para investor.
Risalah rapat The Fed memperlihatkan para pembuat kebijakan pada Januari 2025 menyatakan siap mempertahankan suku bunga di tengah inflasi yang masih membandel dan ketidakpastian kebijakan ekonomi, seperti yang diwartakan Bloomberg News.
Gubernur Federal Reserve Bank of Atlanta, Raphael Bostic mengonfirmasi dan kembali mengatakan para pejabat harus bersabar saat mengevaluasi bagaimana kebijakan Presiden Donald Trump bisa mempengaruhi perekonomian.
Dia menyebut beberapa pendekatan bisa meningkatkan inflasi, sedangkan yang lain bisa memicu investasi. Di tengah ketidakpastian ekonomi saat ini.
“Saya sangat yakin dengan gagasan bahwa kami akan berhenti sejenak, menunggu, dan melihat bagaimana ekonomi berkembang, kemudian menggunakan informasi tersebut untuk memandu kebijakan kami dalam beberapa bulan ke depan,” kata Bostic pada Rabu saat diwawancarai Yahoo Finance.
(fad/rui)